Kata Maulidi, telur-telur dari kandangnya itu sering tak sampai ke Keude Teunom. Setiap hari, telur hasil panen itu disebar untuk masyarakat di Kecamatan Pasie Raya. Jika ada lebih, barulah telur-telur itu dijual ke warung di wilayah di Keude Teunom.
Maulidi mengaku, ia tertarik berbisnis ayam petelur setelah melihat usaha yang sama milik kerabatnya saat kuliah. Setelah mengantongi titel sarjana teknik mesin, dia mencoba bisnis yang sama dengan modal sendiri.
Dia memulai usaha itu dengan membuat kandang ayam dan mengisi kandang besar itu perlahan-perlahan, sesuai dengan isi kantong. Kandang itu sendiri dapat menampung lebih dari 1.600 ekor. Tetapi di awal, ia hanya mampu mengisi kandang itu dengan 500 ekor ayam.
Total modal yang dihabiskan untuk membeli ayam, vaksin, obat-obatan, dan pakan, di luar biaya pembuatan kandang, mencapai Rp100 juta lebih.
Kemudian, usahanya menjadi lebih ringan setelah ayam-ayam itu menghasilkan dan telur untuk dijual ke masyarakat setempat. Uang hasil penjualan telur itu kemudian digunakannya untuk membeli pakan yang diproduksi.
“Keinginan saya sederhana. Saya hanya ingin masyarakat kita tidak lagi bergantung dengan pasokan telur dari luar,” kata Maulidi.
Tidak banyak bantuan yang diperoleh Maulidi untuk mengembangkan usaha ini. Selain dari kerabat, dia mendapatkan bantuan modal dari Bank Aceh.
Selain prosesnya cepat, angsurannya juga relatif lebih murah. Bantuan modal yang dia peroleh dari Bank Aceh digunakan untuk membeli pakan ayam dan membeli mesin perontok jagung.
“Bank Aceh juga memberikan banyak masukan positif terkait pengelolaan usaya yang saya jalani,” ujarnya.
Maulidi bertekad untuk membuat sendiri pakan ayam yang saat ini tergolong sulit didapatkan. Pernah, beberapa waktu lalu, pakan ayam yang dipesannya telat sampai.
Akibatnya, Maulidi terpaksa mengurangi jatah makan ayam dan itu mengakibatkan produksi ayam berkurang hingga 50 persen.
Maulidi mendapat satu pelajaran penting dari kejadian itu, akhirnya ia harus memproduksi sendiri pakan ayam. Apalagi, di Aceh Jaya, semua bahan baku pembuatan pakan tersedia.
Dengan memproduksi sendiri pakan ayam, Maulidi yakin dapat menjual telur ayam lebih murah dan membeli jagung dari petani dengan harga lebih tinggi.
Saat ini, Maulidi mempekerjakan dua orang. Mereka bertugas untuk membersihkan kandang dari kotoran ayam. Untuk mengantisipasi bau tidak sedap dan hama lalat, ia menggunakan obat khusus.
Untuk bisa memproduksi pakan ayam sendiri, dirinya juga berencana menambah beberapa mesin lain. Terutama mesin untuk membentuk pakan ayam seukuran biji kemiri.
“Sebagai bank daerah, Bank Aceh telah membantu masyarakat Aceh untuk memutus ketergantungan pada telur dari Medan,” demikian Maulidi.
Baca juga: Bank Aceh tingkatkan inklusi keuangan dengan program Laku Pandai