Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) diminta mencabut izin hutan tanaman industri atau HTI di kawasan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, karena tidak memberikan manfaat kepada masyarakat.
"Kami meminta Menteri LHK segera mencabut izin HTI. Selain tidak memberi manfaat, perusahaan pemegang izin juga tidak melakukan aktivitas apa-apa," kata Imum Mukim Gunung Biram, Kecamatan Lembah, Seulawah, Aceh Besar, M Hasyim, di Banda Aceh, Rabu.
M Hasyim menyebutkan, izin HTI diberikan kepada PT Aceh Nusa Indrapuri sejak tahun 1990-an. Aktivitas HTI hanya dilakukan di beberapa tahun saja di awal izin diberikan.
Namun setelah itu, tidak ada aktivitas di areal HTI. Kawasan HTI dibiarkan begitu saja. Seharusnya, perusahaan pememegang izin melakukan penanaman sesuai tanaman industri yang tertera dalam perizinan diberikan.
Menurut M Hasyim, HTI tersebut dibiarkan telantar sejak belasan tahun lalu. Sementara, masyarakat membutuhkan lahan garapan sebagai sumber perekonomiannya.
"Tapi, karena izin HTI masih ada, masyarakat tidak bisa menggarapnya. Karena itu, kami meminta Menteri LHK mencabut izin HTI dan menetapkannya sebagai hutan adat," kata M Hasyim.
M Hasyim menyebutkan pihaknya sudah menyurati Menteri LHK agar mencabut izin HTI dari PT Aceh Nusa Indrapuri. Namun, hingga kini surat tersebut belum ada jawaban dari menteri yang bersangkutan.
"Kami akan terus menuntut pencabutan HTI ini. Selain dibiarkan telantar, keberadaan HTI tidak memberikan kontribusi kepada masyarakat. Perusahaan HTI juga tidak jelas lagi keberadaannya," kata dia.
Senada juga disampaikan Sekretaris Mukim Lamkabeu, Aceh Besar, Saifuddin. Ia menegaskan izin HTI tersebut harus dicabut karena banyak menyerobot tanah masyarakat.
"Dari 2.000 hektare wilayah Kemukiman Lamkabeu, setengahnya masuh HTI. Kami tidak tahu bagaimana tanah-tanah masyarakat masuk dalam kawasan HTI. Karena itu, kami mendesak izin HTI segera dicabut," kata Saifuddin.
Ia mengatakan, sejak kawasan hutan di Kemukiman Lamkabeu dinyatakan masuk areal HTI, masyarakat tidak bisa lagi memanfaatkannya untuk sumber mata pencarian.
Padahal, sebelum ada HTI masyarakat memanfaatkan kawasan hutan sebagai areal gembala ternak. Tapi, sejak ada HTI, masyarakat tidak bisa memanfaatkannya lagi, khawatir bermasalah dengan perusahaan pemegang HTI.
"Karena, kami meminta izin HTI dicabut dan kawasannya dijadikan hutan adat. Izinkanlah kami masyarakat mengelola kawasan hutan di sekitar tempat tinggal kami," kata Saifuddin.
Sementara itu, Kepala Divisi Advokasi Jaringan Komunitas Masyarakat Aceh (JKMA) Efendi Isma mengatakan, Menteri LHK harus segera merespons permintaan masyarakat yang disampaikan Imum Mukim tersebut.
"Masyarakat di sekitar HTI melihat pengelolaan kawasan hutan oleh perusahaan pemegang izin tidak memberikan manfaat. Pengelolaan tersebut hanya menimbulkan konflik yang selalu merugikan masyarakat," kata dia.
Menurut Efendi, setelah izin HTI dicabut, arealnya dijadikan hutan adat. Selanjutnya, hutan adat ini dikelola oleh masyarakat. Pengelolaan hutan adat oleh masyarakat telah terbukti mampu menjaganya dari kehancuran.
"Kami berharap kawasan hutan di Aceh Besar menjadi prioritas utama perubahan pengelolaan dari perusahaan kepada masyarakat adat. Kami juga berharap pemerintah tidak lepas tangan dan bersama masyarakat memperkuat pengelolaan hutan yang lebih baik lagi," kata Efendi Isma.