Meulaboh (ANTARA Aceh) - Tokoh seniman Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh Syeh Masri, mengajak para pemuda untuk menghidupkan kegiatan budaya Aceh sebagai bentuk tanggung jawab moril generasi penerus mempertahankan budaya lokal.
"Era saat ini bukannya tidak ada, tetapi sangat kurang minat pemuda menghidupkan kegiatan budaya lokal yang bernilai relegi seperti Dalail Khairat, itu kegiatan seni pembacaan nazam Islam yang identik dengan budaya Aceh," katanya di Meulaboh, Senin.
Dalam wawancara singkat dengan Antara dijelaskan, perhatian pemerintah daerah dalam kegiatan seni ini menurut dia sudah lumayan baik, sebab sering ditampilkan atau dipertandingkan pada setiap kegiatan pentas seni budaya Aceh.
Mulai dari tingkat kabupaten hingga provinsi, selama ini kegiatan tersebut sering ditampilkan dalam pentas seni, hanya saja kegiatan seni budaya itu terlihat jarang dilakukan di desa-desa, kalaupun ada pelaku seni masih didominasi usia di atas 50-an.
Syeh Masri yang merupakan penyair ternama dalam pentas seni Rapa'i Aceh ini menyebutkan, pemuda kurang termotivasi bukan hanya karena faktor kemampuan, tapi juga tidak terlepas dari dorongan orang tua dan pelaku seni yang sudah senior.
"Seperti di Desa Ranto Panjang dan Mesjid Tuha Kecamatan Meureubo, disana ada hidup kegiatan Dalail Khairat, tapi pemainnya banyak orang tua, kader dan pemuda yang mampu banyak di sana, kadang juga tidak diberi kesempatan oleh senior," sebutnya.
Wilayah Kecamatan Meurebo terdapat beberapa grub Dhalail Khairat, demikian juga banyak pemuda yang mahir dalam pembacaan nazam arab serta mampu dalam seni irama untuk menggairahkan pemain-pemain lain pada satu pertunjukan.
Akan tetapi menurut Syeh Masri, pemuda yang mampu dalam seni bidang tarik suara pembacaan nazam arab itu juga tidak begitu termotivasi ketika mereka tidak dijadikan sebagai orang di depan atau yang memimpin acara pada satu pertunjukan.
Kegiatan Dhalail Khairat secara turun temurun menjadi wadah pemersatu masyarakat Aceh, terutama kaula muda, sebab di sana mereka berkumpul, bersyair, membawakan qasidah atau membacakan nazam arab dengan gaya-gaya lagu masa kini.
"Menghidupkan seni ini tidak terlepas dari kekompakan tim, hampir sama dengan seni Rapai'i yang kami bawakan. Bila benar-benar dikembangkan Dalail Khairat ini saya pikir bisa menjadi salah satu kegiatan seni tradisional yang mendunia," sebutnya.
Kegiatan seni Dalail Khairat biasanya lahir dari satu kegiatan bersama, tanpa pelatihan khusus, pemain hanya cukup bisa menguasai pembacaan tulisan arab, kemudian mengikuti lirik sesuai dibawakan khalifah (pimpinan grub).
Syeh Masri menyebutkan, berbeda dengan kegiatan seni Rapa'i seperti yang dipimpinnya di Desa Mesjid Tuha, Meureubo, seni rapa'i beranggotakan usia anak-anak maupun remaja, terlatih dan berkelanjutan dengan beranggotakan pemain yang ditentukan.
Sebab itu kata dia, pemain seni Rapa'i Aceh harus benar-benar memiliki kejiwaan dan penghayatan mendalam sehingga bisa terbawa dalam setiap gerakan yang pandu oleh pemimpin atau pensyair dalam setiap pementasan seni di hadapan penonton.
Kata Syeh Masri, peserta dalam group seni Rapa'i dipimpinnya telah mementaskan kebolehannya di dalam negeri hingga ke luar negeri, seperti Negara Malaysia, Brunai Darussalam dan di Istana Kepresidenan Indonesia di Jakarta.
"Alhamdulillah, dalam waktu dekat saya bersama anak-anak akan berangkat ke Brunai Darussalam, kami diundang bermain Rapa'i. Apapun yang kami lakukan untuk Aceh dan Indonesia, kita harus bangga punya budaya yang yang menjadi perhatian dunia," katanya menambahkan.
