Banda Aceh (ANTARA) - Aceh adalah Provinsi yang dikenal dengan julukan Serambi Mekkah, yang mendapatkan perlakuan istimewa dari Pemerintah pusat melalui Dana Otonomi Khusus (Otsus) sejak tahun 2008. Dana Otsus adalah Dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otsus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang tentang Otsus Aceh, Papua, dan Papua Barat.
Untuk Provinsi Aceh diatur dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2006. Pemanfaatan Dana Otsus Provinsi Aceh ditujukan untuk pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
Besaran dana Otsus yang diterima Provinsi Aceh jumlahnya sangat fantastis. Sejak tahun 2008-2023 Provinsi Aceh telah menikmati kucuran dana Otsus sebesar Rp95,93 triliun.
Sebelum membahas kemiskinan di Aceh, kita coba melihat variabel yang berhubungan positif dengan kemiskinan, seperti tingkat penganggaruan terbuka (TPT). Data dari BPS menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Aceh tahun 2021 sebesar 6,30%, 2022, 6,17% dan 2023 6,03%.
Secara garis besar, ketika tingkat pengangguran naik, maka tingkat kemiskinan juga naik, sebaliknya ketika tingkat pengangguran menurun maka tingkat kemiskinan juga ikut turun. Dalam teori, selalu ada hubungan antara pengangguran dan kemiskinan. Karena masyarakat yang menganggur tidak mempunyai penghasilan dan pengaruhnya adalah pasti miskin.
Selama 15 tahun Aceh menerima 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Tahun 2023 merupakan babak baru Otsus Aceh dengan pengurangan dana Otsus menjadi hanya 1% dan ini akan berlanjut hingga dana Otsus berakhir yaitu pada tahun 2027.
Tahun 2023 Aceh menerima dana Otsus sebesar Rp3,9 triliun, atau kurang lebih setengah dari tahun 2022 yaitu sebesar Rp7,5 triliun dan 2024 Aceh menerima dana Otsus Rp3,3 triliun.
Melihat dari jumlah penduduk miskin menurut klasifikasi desa/kota pada maret 2021, jumlah penduduk miskin perkotaan dan perdesaan berjumlah 834,24 ribu jiwa. Kemudian di bulan September bertambah menjadi 850,26 ribu jiwa. Pada bulan Maret 2022 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin perkotaan dan perdesaan berjumlah 806,82 ribu jiwa.
Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh dapat disebabkan oleh berberapa faktor, diantaranya kebijakan pemerintah seperti program bantuan sosial dan ekonomi seperti bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari dana Desa, Program Kelurga Harapan (PKH) yang merupakan program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga miskin (KM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Pada bulan September jumlah penduduk miskin kembali mengalami peningkatan sebesar 11,65 ribu jiwa atau 818,47 ribu jiwa dan pada bulan Maret 2023 berjumlah 806,75 ribu jiwa.
Dari data di atas, penurunan angka kemiskinan di Aceh dari tahun 2021-2023 tidak seperti yang diharapkan. Sangat jauh dari kata efektif. Jumlah Dana Otsus yang besar tidak memberikan bukti yang nyata keseriusan pemeritah Aceh dalam menurunkan kemiskinan.
Angka triliunan tidak memberikan dampak yang nyata bagi rakyat Aceh. Selama rentang waktu 2021-2023 Provinsi Aceh tetap menyandang status sebagai Provinsi termiskin di Sumatera. Sangat ironis bukan? Lalu bagaimanakah wajah Aceh tanpa perlakuan istimewa dari pusat (dana otonomi khusus)?
Selama 16 tahun terakhir penggunaan dana Otsus Aceh sangat minim terhadap dampak perekonomian Aceh. Selama ini pendistribusian dana Otsus lebih ditekankan kepada pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pendidikan, kesehatan. Sedangkan untuk pemberdayaan ekonomi, sosial, pengentasan kemiskinan, penguatan perdamaian dan keistimewaan sangat minim dibandingkan dengan seluruh distribusi dana Otsus.
Menjelang berakhirnya dan semakin minimnya dana Otsus mewajibkan pemerintah Aceh melakukan kebijakan yang optimal dalam penggunaan dana Otsus. Selama ini, kebijakan dan program prioritas terlalu banyak dan tidak fokus. Untuk itu pemerintah harus fokus pada aspek yang menjadi tujuan utama dari dana Otsus, seperti mengurangi angka kemiskinan, melalui program-program yang berbeda seperti pengentasan kemiskinan pada umumnya. Pemerintah harus menerapkan kebijakan-kebijakan baru dan efektif dalam mengurangi angka kemiskinan di Aceh.
*Penulis dari Program Studi Magister Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh
Baca juga: Prabowo kembalikan dana Otsus dua persen meski kalah di Aceh
Baca juga: Peneliti: dana otsus gagal sejahterakan masyarakat Aceh