Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Enam terdakwa korupsi pembangunan jalan dengan nilai kontrak Rp22,8 miliar di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, divonis masing-masing satu tahun penjara.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Rahmawati dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Jumat.
Enam terdakwa korupsi pembangunan jalan tersebut yakni Edi Novia merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Rahmat sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan atau PPTK.
Kemudian, Zarkasi yang merupakan kontraktor pelaksana, Muhammad Zaiki bertindak sebagai pelaksana lapangan, serta Edi Subroto dan Azwar sebagai konsultan pengawas.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut para terdakwa dengan hukuman masing-masing satu tahun enam bulan penjara.
Majelis hakim menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi pembangunan jalan Semadam - Pulau Tiga di Kabupaten Aceh Tamiang.
Pembangunan jalan tersebut dibiayai APBN 2015 dengan nilai kontrak Rp22,8 miliar. Kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidana yang dilakukan para tersangka mencapai Rp3,6 miliar.
Selain memvonis pidana kurungan badan, majelis hakim juga menghukum masing-masing terdakwa membayar denda Rp50 juta subsidair enam bulan penjara.
Majelis hakim juga memutuskan kepada terdakwa Edi Novia membayar uang pengganti kerugian negara Rp150 juta. Serta memerintahkan pengembalian kelebihan uang pengganti Rp396 juta kepada terdakwa Muhammad Zaiki dan Rp30 juta kepada terdakwa Edi Subroto.
Atas putusan tersebut, JPU Umar Assegaf menyatakan pikir-pikir. JPU menyatakan akan menyampaikan sikap setelah berkonsultasi dengan pimpinan.
"Kami akan sampaikan kepada pimpinan atas vonis majelis hakim tersebut. Sikap kami menerima atau mengajukan banding akan kami sampaikan nanti setelah berkonsultasi dengan pimpinan," kata JPU Umar Assegaf.
Sementara itu, Syahrul Rizal, penasihat hukum Muhammad Zaiki menyatakan, kliennya sudah mengembalikan kerugian negara mencapai Rp2,4 miliar. Dari total tersebut, ada sekitar Rp396 juta kelebihan uang pengganti yang dibayarkan.
Dalam kasus ini, tidak ada niat klien kami melakukan tindak pidana korupsi. Buktinya, klien kami telah membayar uang pengganti kerugian negara sebelum majelis hakim memutuskan perkara tersebut," kata Syahrul Rizal.