Banda Aceh, 11/2 (Antaraaceh) - "Kami pimpinan partai politik peserta Pemilu 2014 berikrar, antara lain menjunjung tinggi keadilan dan perdamaian serta menjaga persatuan dan kesatuan."
Kemudian, juga berkirar akan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Kami juga berikrar tidak melakukan dan pembakaran, penganiayaan dan perusakan dan segala bentuk intimidasi serta kekerasan yang berdampak kriminal kepada pihak lain." demikianbait-baik kalimat ikrar partai politik saat deklarasi Pemilu damai di Aceh, pekan lalu.
Deklarasi Pemilu damai sebagai janji partai politik memang kerap dilakukan menjelang "pesta demokrasi" itu berlangsung, khususnya di Aceh. Deklarasi damai bertujuan agar Pemilu bisa berjalan baik, jujur, demokratis dan tanpa kekacauan baik itu menjelang maupun hingga berakhir.
Tentunya masyarakat Aceh mengharapkan damai nyata, bukan semu karena mereka sudah jenuh dan trauma akibat konflik melnada puluhan di provinsi ujung paling barat Indonesia tersebut.
Pemilu di Aceh, selain diikuti 12 partai politik nasional juga disemarakkan tiga partai politik lokal sebagai salah satu kekhususan Aceh sebagai provinsi berotonomi khusus.
Ke-12 partai politik nasional untuk Pemilu legilsatif di Aceh yakni Hanura, PKPB, PPPI, PPRN, Gerindra, Barnas, PKPI, PKS, PAN, PIB, Partai Kedaulatan, PPD, dan PKB. Sementara tiga partai politik lokal yakni Partai Aceh, Partai Damai Aceh dan Nasional Aceh.
Pentingnya deklarasi Pemilu damai itu juga dikarenakanya semakin panasnya situasi politik di Aceh, misalnya mulai terjadi aksi kekerasan seperti tewasnya kader Partai Nasional Aceh (PNA) dan pembakaran mobil yang "berselimut" atribut Partai Aceh (PA) di Aceh Utara, pekan lalu.
Namun, ikrar Pemilu damai yang diprakarsai Polda Aceh itu kurang bermakna karena tidak dihadiri Partai Nasional Aceh. Pasalnya, memanasnya suhu politik di Aceh akhir-akhir ini juga dikarenakan "perseteruan" dua kekuatan partai politik lokal yakni PNA dan PA.
Kedua partai politik lokal itu memiliki massa yang sama-sama mantan kombatan (tentara) Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Kapolda Aceh Irjen (Pol) Herman Effendi menjelaskan, ikrar pemilu damai partai politik peserta Pemilu bertujuan untuk menyatukan visi dan misi dari Pemilu yaitu untuk memilih dan mencari anggota legislatif yang berkualitas pada 9 April 2014.
Tentunya anggota legislatif yang bisa diharapkan dan memiliki kemampuan untuk berkonstribusi membangun Aceh ke depan dalam menjalankan tugas legislasinya.
"Ikrar yang dilakukan ketua dan pengurus partai politik ini bukan sembarangan, melainkan harus diimplementasikan di lapangan oleh masing-masing partai politik dalam melaksanakan tahapan Pemilu legislatif," kata Kapolda.
Selain itu Kapolda Herman Effendi juga mengatakan tujuan deklarasi damai ini untuk tercipta komunikasi antarsesama partai politik peserta Pemilu serta elemen terkait lainnya.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada pimpinan partai yang mendeklarasikan Pemilu damai. Kami berharap deklarasi ini benar-benar dilaksanakan di lapangan," kata Kapolda Aceh.
Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Ridwan mengatakan deklarasi ini untuk mewujudkan Pemilu damai. Artinya, partai politik maupun calegnya harus siap kalah dan siap menang.
"Saya bangga berada di tempat ini karena partai maupun caleg menyatakan ikrar pemilu damai. Yang yang berani saja yang mau mengikrarkan pemilu damai," kata Ridwan Hadi.
Ia mengakatakan deklarasi ini sebagai wujud komitmen para pimpinan partai politik untuk menjaga perdamaian di Aceh. Dengan komitmen itu, tentu semua tahapan Pemilu yang dilaksanakan dijalankan sesuai aturan.
"Kami berharap Pemilu 2014 di Aceh berjalan damai, sama seperti pemilu-pemilu sebelumnya berlangsung lancar, walaupun saat itu Aceh dalam status darurat militer maupun pascakonflik," kata Ridwan Hadi menjelaskan.
Ketua DPRA Hasbi Abdullah, mengatakan setelah deklarasi Pemilu damai 2014 ini dilaksanakan maka terpenting adalah implementasi di lapangan.
"Masing-masing pimpinan dan pengurus partai harus bisa mengendalikan anggota, massa, dan simpatisan sehingga tidak melakukan tindak kekerasan, adu domba, adu jotos, dan fitnah," kata dia mengharapkan.
Hentikan kriminal
Sementara itu Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar juga mengharapkan setelah deklarasi ini tidak ada lagi tindak kriminal Pemilu sehingga pesta politik di di Aceh bisa berjalan aman dan damai.
"Saya minta peserta Pemilu di Aceh bisa menciptakan pesta politik yang damai, demokratis, jujur, dan bermartabat. Tujuannya agar anggota legislatif yang dihasilkan nanti berkualitas dan mendapat legitimasi dari masyarakat," kata Malik Mahmud.
Dipihak lain, Wali Nanggroe juga meminta agar kondisi aman dan damai yang telah dirasakan rakyat selama delapan tahun ini jangan sampai dirusak oleh sekelompok orang.
Dikatakannya, semua unsur dan elemen masyarakat Aceh wajib menjaganya agar damai di Aceh tetap berlanjalan mulai dari pengurus partai, anggota, dan simpatisan.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengharapkan agar pelaksanaan Pemilu di Aceh berjalan damai, jujur demokratis, dan bermartabat. Deklarasi ini jangan hanya seremonial, tapi dibuktikan dengan sikap nyata di lapangan oleh semua pengurus dan anggota serta simpatisan partai politik.
Zaini Abdullah juga meminta partai politik baik nasional maupun lokal peserta Pemilu legislatif 9 April 2014 "bermain cantik" untuk meraih simpati masyarakat, sehingga dapat terwujud pesta demokrasi yang berkualitas di provinsi itu.
"Saya meminta semua peserta Pemilu 'bermain cantik' guna mendapatkan dukungan pemilih. Hindari kampanye yang tidak simpatik, karena itu akan menuai sikap antipati masyarakat," katanya menambahkan.
Ia mengatakan jika komitmen Pemilu damai dipegang teguh oleh peserta dan masyarakat maka dapat dipastikan pesta demokrasi akan menghasilkan anggota legislatif yang berkualitas dengan program-program berbasis pada kepentingan rakyat Aceh.
Untuk mendorong hasil yang terbaik, Zaini Abdullah juga mengajak berbagai elemen masyarakat di Aceh ikut mengawal pelaksanaan Pemilu 2014 agar bisa berlangsung bersih, tertib, damai dan demokratis.
Oleh karena itu, ikrar tersebut diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat semangat persaudaraan dan kebersamaan, sehingga Pemilu 2014 benar-benar menjadi ajang kompetisi untuk menarik simpati masyarakat, bukan ajang saling menjatuhkan antarsesama peserta.
"Lewat ikrar itu mari kita bangun kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi, sehingga Pemilu Aceh 2014 memberikan hasil yang terbaik bagi masa depan negeri kita," katanya menambahkan.
Gubernur juga mengatakan secara tulisan, maka deklarasi damai itu telah dituangkan dalam ikrar bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Harapannya agar ikrar itu hendaknya jangan hanya seremonial belaka, tapi dibuktikan dengan sikap nyata di lapangan.
"Kita harus bersama-sama mendorong agar Pemilu di Aceh jauh dari tindak kekerasan, sehingga kita semakin yakin bahwa perdamaian Aceh berjalan dengan sukses," kata dia menjelaskan.
Ketua umum DPP PNA Irwansyah menjelaskan bahwa partainya sangat mendukung dan memberikan apresiasi atas inisiasi Deklarasi Pemilu Damai 2014 yang digagas kepolisian setempat.
Namun, ia menyatakan beberapa alasan ketidakhadiran PNA dalam deklarasi tersebut, yakni keluarga besar partai sedang melayat ke rumah almarhum Juwanis (Ketua DPK PNA Kecamatan Kuta Makmur) yang meninggal dunia akibat kekerasan yang diduga dilakukan oleh kader Partai Aceh di Kabupaten Aceh Utara.
Tapi, Irwansyah mengatakan ikrar Pemilu Damai diselenggarakan tidak menjawab subtansi permasalahan kekerasan politik yang menimpa kader-kader PNA dan hingga kini masih berlangsung.
"Kami menilai pihak kepolisian belum melakukan tindakan nyata, tegas dan mengusut tuntas terhadap kekerasan politik yang sudah terungkap dengan jelas dan diketahui publik secara umum," kata Irwansyah yang juga mantan jubir GAM saat konflik Aceh.
Kemudian, pernyataan Irwansyah itu dibantah Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf yang menyatakan kadernya tidak melakukan kekerasan politik terutama terkait meninggalnya Ketua DPK PNA Kecamatan Kuta Makmur yakni Juwanis.
"Bukan kader Partai Aceh yang melakukan kekerasan. Tapi, korban meninggal setelah dikeroyok oleh massa di kampung itu," kata Muzakir Manaf yang juga Wakil Gubernur Aceh itu.
Kendati demikian, ikrar Pemilu damai itu juga merupakan bagian dari kerangka merawat damai Aceh, membangun tatanan nilai, norma dan etika dalam proses berdemokrasi.
Bahkan kepatuhan kepada ikrar juga merupakan tolok ukur untuk menciptakan iklim kondusif bagi proses Pemilu sehingga pesta demokrasi ini dapat mendorong perbaikan di berbagai sektor kehidupan yang lebih baik di Aceh.
Menanti Pemilu Damai Nyata Bukan Semu
Selasa, 11 Februari 2014 15:05 WIB