Banda Aceh (ANTARA) - Ahlussunnah Wal Jama'ah merupakan mayoritas umat Islam dalam setiap masa yaitu golongan yang tatap berpegang teguh pada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam selalu menjaga persatuan dan menghindari setiap perpecahan di tengah umat.
Dengan semakin jauhnya zaman kita saat ini dengan zamannya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat, dan juga seiring perkembangan dinamika masyarakat, maka dewasa ini sering kita lihat perbedaan dan perselisihan yang muncul diantara kaum muslimin sendiri.
Terhadap permasalahan ini, Rasulullah sudah memberikan pedoman bagi kita umatnya yang hidup di akhir zama agar mengikuti Sawadul A’zham (jamaah kaum muslimin dan ulama yang terbanyak), karena kesepakatan golongan terbanyak (makruf) ini mendekati ijma’, sehingga kemungkinan terjadinya kekeliruan sangatlah kecil.
Hal itu sesuai dengan Sabda Rasulullah, "Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas atau Sawadul A'zham”.
Demikian antara lain disampaikan Syeikh Muhammad Abdurrahim Al-Wusoby, Rais Jamiah (Rektor) Universitas Darul 'Ulum Asy-Syar'iyyah Hudaidah, Yaman saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (3/4/2019) malam.
"Rasulullah SAW memerintahkan kita umatnya untuk berpegang kepada Sunnahnya, hendaklah selalu bersatu dengan jamaah kaum muslimin yang mayoritas, dan tidak berpecah-belah dalam kelompok-kelompok kecil karena akan merusak persatuan umat," ujar Syeikh Muhammad Abdurrahim Al-Wusoby yang didampingi Tgk H Muhammad Hatta Lc M.Ed (Pimpinan LPI Dayah Madani Al-Aziziyah Lampeuneureut, Aceh Besar).
Syeikh Muhammad menegaskan, berpegang teguh pada Sunnah dan selalu dalam persatuan adalah cara terbaik agar tidak terjerumus kepada kekeliruan yang sangat fatal. Karena Rasulullah menegaskan, umat ini akan terpecah menjadi 73 firqah, 72 firqah di neraka dan 1 firqah di surga yaitu ahlussunnah wal jamaah.
Ini merupakan anjuran Rasulullah kepada kita umatnya, agar kita mengikuti mayoritas umat Islam yaitu kaum ahlussunnah wal jama’ah yang selalu berpedoman kepada Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, Qiyas, yang kemudian pengamalan syari’at/fiqhnya berdasarkan salah satu dari 4 mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanmbali).
Kemudian jangan keluar dari jamaah/menyempal, karena ancamannya neraka. Rasulullah telah menjamin bahwa mayoritas umat Islam tidak mungkin berada dalam kesesatan, sebagai umat Islam sudah pasti kita wajib iman/percaya dan tidak ada keragu-raguan setitikpun pada beliau.
Para sahabat Rasulullah adalah orang-orang yang oleh Allah disebut langsung dalam Al-Qur'an dengan janji surga di akhirat nanti. Selain itu, orang-orang inilah juga, yang oleh Rasulullah disebut sebagai generasi terbaik, sebagaimana Sabdanya, "Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka).
Betapa mulianya seorang sahabat Nabi. Keutamaannya tidak tertandingi oleh generasi-generasi selanjutnya. Mereka merupakan umat terbaik, masyarakat terbaik, dan generasi terbaik umat Islam. Semua ini bisa dilihat dari perjuangan mereka, bagaimana kesetiaannya dalam menemani, membela, dan melindungi Nabi.
"Jelas bahwa generasi para sahabat Nabi adalah generasi terbaik dan yang paling utama. Mereka juga lebih memahami sabda-sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan lebih memahami agama ini. Maka sudah sepatutnya dalam beragama kita mengikuti jalan mereka sebagai pengikut ahlussunnah wal jamaah," terangnya.
Pengikut ahlussunnah juga tidak menyelisihi kebanyakan ulama dan kaum muslimin yang tetap berpijak kepada kebenaran. Jadi, saat kaum muslimin berpegang kepada kebenaran, tidak seyogianya seorang ahlussunnah wal jamaah mengucapkan atau melakukan sesuatu yang tidak biasa mereka ucapkan atau lakukan, apalagi jika tanpa dasar yang benar. Yang demikian itu akan menimbulkan prasangka buruk dan bermuara pada perselisihan, permusuhan, dan perpecahan umat.
Terjadinya perpecahan umat juga disebabkan kekeliruan dalam mengamalkan dalil dan terlalu lancang menunjuk bid'ah kepada amalan kaum muslimin mayoritas.
"Kelompok pemecah ini biasanya mengamalkan suatu suatu ayat atau hadits kemudian membuang ayat atau hadits lainnya menurut selera atau hawa nafsunya. Misalnya dalam dalam satu hadits Rasulullah melarang kencing berdiri, tapi dalam hadits yang lain justru Rasulullah pernah kencing berdiri. Begitu juga Rasulullah pernah melarang makan minum berdiri tapi juga pernah makan minum berdiri. Ini sebenarnya tidak ada pertentangan dan tidak perlu membuang satu hadits dan memakai lainnya. Ini hanya soal tempat dan waktu saja karena Rasulullah tidak mau menyusahkan umatnya dalam suatu amalan," sebutnya.
Kunjungan Syeikh Muhammad Abdurrahim ke Aceh merupakan kerja sama dengan Majelis Muwasholah Baina Ulama Muslimin binaan Habib Umar bin Hafidz.
Syekh Muhammad juga ikut mengunjungi beberapa dayah di Aceh dan memberi materi di UIN Ar-Raniry dan STISNU Aceh serta safari dakwah ke beberapa kabupaten/kota di Aceh hingga 9 April 2019.