Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menjemput Putra Mahkota Abu Dhabi/Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Persatuan Emirat Arab, His Royal Highness Sheikh Mohamed Bin Zayed Al Nahyan di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada Rabu.
Presiden Jokowi ditemani Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjemput rombongan Pangeran Sheikh Mohammed bin Zayed Al-Nahyan yang menaiki pesawat pribadi pada pukul 09.07 WIB.
Setelah bersalaman dan berpelukan, keduanya lalu menaiki mobil limosin yang sama.
Penjemputan khusus tersebut untuk membalas penjemputan yang juga dilakukan oleh Sheikh Mohammed bin Zayed Al-Nahyan saat Presiden Jokowi berkunjung ke UEA pada 2015 lalu.
Setelah menjemput di Bandara Soetta, keduanya akan menuju ke Istana Kepresidenan Bogor untuk melakukan sesi foto bersama, penandatanganan buku tamu, penanaman pohon, tete-a-tete, pertemuan bilateral dan penandatanganan kerja sama.
Sejumlah kerja sama bakal dibahas. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memastikan tiga kerja sama sudah pasti akan diteken dalam pertemuan itu.
Ketiganya adalah kerja sama di proyek pembangunan fasilitas pengolahan minyak atau proyek revitalisasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) di Balikpapan, Kalimantan Timur.
RDMP Balikpapan merupakan satu dari enam megaproyek kilang yang tengah dibangun PT Pertamina.
Kedua, kerja sama di pengembangan industri petrokimia dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Ketiga, kerja sama dengan PT Pelabuhan Indonesia Maspion di Surabaya, Jawa Timur.
Total nilai investasi dari tiga kerja sama tersebut mencapai 9 miliar dolar AS atau setara Rp125,5 triliun.
Selain tiga proyek tadi, Indonesia juga akan menawarkan 21 daftar investasi lagi ke UEA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan total nilai investasi itu mencapai 91 miliar dolar AS (setara Rp1.274 triliun).
Salah satu proyek yang bakal ditawarkan adalah pengembangan destinasi pariwisata prioritas Indonesia, seperti Sei Mangkei, Simalungun dan Danau Toba (Sumatera Utara) serta Mandalika (Nusa Tenggara Barat).
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, neraca dagang Indonesia dengan UEA sejak 2017 tercatat defisit. Nilai defisit hingga semester I/2019 sebesar 287 juta dolar AS. Defisit berasal dari nilai impor UEA ke Indonesia mencapai 882,5 juta dolar AS, sementara ekspor Indonesia hanya berkisar 594,4 juta dolar AS.
Ekspor tertinggi Indonesia ke UEA disokong nonmigas, sementara impor tertinggi UEA berasal dari sektor migas.
Indonesia memandang Dubai, salah satu kota metropolitan UEA, sebagai hub perdagangan dunia. Karena itu, Indonesia selama ini memanfaatkan peran Dubai untuk peningkatan ekspor produk pertanian dan buah-buahan.
Adapun ekspor komoditi yang digenjot Indonesia berupa suku cadang pesawat, produk dari kayu, batu berharga, makanan jadi, mesin kendaraan bermotor, dan seterusnya. Sementara impor UEA kebanyakannya adalah mesin, minyak bumi, pelumas, alumunium, bahan kimia, dan biji plastik.
Jokowi jemput Putra Mahkota Abu Dhabi
Rabu, 24 Juli 2019 10:01 WIB