Banda Aceh (ANTARA) - Matahari tengah memuncak. Sinar sang surya itu terpancar dari balik tumbuhan bakau yang berdiri tegak, rapat dan rimbun. Di beberapa sudut para pengunjung sedang asyik berswafoto, sembari menikmati udara sejuk dan pemandangan nan asri.
Obyek wisata hutan bakau atau mangrove Kota Langsa, Provinsi Aceh, kian ramai dikunjungi wisatawan lokal, nasional, bahkan mancanegara.
Destinasi ekowisata itu menjadi andalan Pemerintah Kota Langsa dalam menggaet wisatawan agar menyambangi kota di wilayah pesisir timur Aceh.
Mengarah pandang ke satu sudut terdapat dermaga kecil berbahan dari kayu. Biasanya dimanfaatkan pengunjung untuk mengabadikan diri dengan kamera. Atau bahkan sekedar tempat untuk berdiam diri, menikmati tiupan angin spoi-spoi.
"Sejuk ya, enak duduk-duduk di sini sambil melihat hutan mangrove yang luas ini," kata Muhammad Nasar, pengunjung dari Kota Banda Aceh, akhir pekan lalu.
Jutaan pohon bakau itu tumbuh dengan subur. Tumbuh dengan letak begitu rapat, dengan beragam ketinggian, mulai dari lima meter hingga 10 meter. Pada pohon tersemat lempengan seng bertuliskan jenis bakau, seperti bakau minyak (Rhizophora apiculata), pertut buah kecil (Bruguiera sexangula) dan tegar (Ceriop tagal).
Di antara pohon bakau itu terdapat jalan untuk pejalan kaki. Dengan lebar sekitar dua meter membelah pohon-pohon yang tumbuh alami itu. Bahan konstruksi yang terbuat dari kayu itu dibangun permanen. Memiliki ketinggian hingga tiga meter dari permukaan tanah.
Jalannya berkelok-kelok. Menyusuri hijaunya hutan bakau terus ke dalam. Monyet-monyet bergelantungan di pohon-pohon yang tinggi cuma lima meter. Ada juga yang terduduk di atas pagar jalanan, melirik setiap pungunjung yang lewat. Tentunya mencari makanan.
Bila pengunjung merasa letih saat menyusuri hutan bakau itu, pengelola menyediakan beberapa pondok tempat beristirahat. Di lain sudut juga terdapat menara yang terbuat dari kayu, berdiri kokoh setinggi 20 meter. Hanya maksimal 10 orang pengunjung dibolehkan naik, bersebab alasan keamanan.
Dari menara itu, mata pengunjung terpukau dengan rapatnya tutupan pohon bakau itu. Keindahan alam yang alami cukup memanjakan mata. Rasanya, tak ingin beranjak. Tentu wisatawan tidak luput untuk mengabadikan momen di atas menara itu dengan kamera ponsel.
Hutan bakau itu terletak di Desa Kuala Langsa. Merupakan desa pesisir yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari pusat Kota Langsa. Pengunjung dapat menggunakan transportasi umum atau milik pribadi untuk menuju ke lokasi.
Untuk memasuki hutan bakau, pengunjung cukup membayar tiket masuk Rp2.000 per orang. Dalam sehari, jika kondisi cuaca cerah, pengunjung bisa mencapati 1.000 orang. Apalagi saat libur akhir pekan, peringatan hari kebesaran atau libur nasional, pengunjung membludak.
Nasar mengatakan berkunjung ke hutan bakau Kota Langsa merupakan pengalaman yang luar biasa. Menurutnya, ketika menginjakkan kaki dalam kawasan hutan bakau yang sangat luas itu membawa energi positif dan begitu sejuk.
"Tiket masuknya juga murah ya, kemudian aksesnya juga ramah untuk pengunjung. Selain itu juga bisa menjadi tempat edukasi tentang jenis-jenis mangrove di sini," kata dia. Ada 28 jenis mangrove di hutan bakau.
Menurut Nasar, hutan bakau itu terlihat telah ditata sangat baik oleh Pemerintah Kota Langsa. Terbukti, banyak fasilitas umum yang tersedia, serta spot-spot unik yang dibuat pengelola untuk pengunjung berswafoto, lalu membagikannya ke media sosial, sebagai sarana promosi pariwisata yang praktis.
"Iya banyak spot-spot foto yang sangat instagramable, yang sangat cocok bagi anak-anak muda saat ini. Monyet-monyetnya juga begitu dekat, kita bisa berinteraksi," katanya.
Mahyana Abdullah, pengunjung dari Banda Aceh mengatakan destinasi wisata hutan bakau tersebut dapat menjadi tempat mengedukasi masyarakat dalam upaya menjaga lingkungan.
Disamping itu, dia berharap, masyarakat Provinsi Aceh untuk beramai-ramai mengunjungi wisata hutan bakau tersebut. Sehingga juga dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat Kota Langsa.
"Kita berharap dengan ramainya pengunjung maka ramai pula yang memposting ke media sosial tentang hutan mangrove ini sehingga makin terkenal dan mendongkrak ekonomi masyarakat di sini," kata dia.
Menurut Mahyana, fasilitas di hutan bakau tersebut telah tergolong lengkap, mulai dari toilet, tempat ibadah, tong sampah, pondok tempat istirahat, dan berbagai tempat dapat digunakan pengunjung untuk mengabadikan momen ketika berada di situ. Ya kita berharap fasilitas-fasilitas lainnya dapat dikembangkan lagi di sini. Karena hutan mangrove ini salah satu potensi yang dimiliki Kota Langsa sebagai ekowisata sekaligus tempat edukasi bagi masyarakat," kata dia.
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kota Langsa, Rani mengatakan bahwa hutan bakau tersebut seluas 6.000 hektar. Data itu menunjukkan hutan bakau Kota Langsa merupakan yang terluas di pulau Sumatera.
"Kota Langsa ini kota yang kecil. Jadi kami mengembangkan sektor jasa, yang merupakan salah satu sektor unggulan untuk mendapatkan pemasukan ke daerah," katanya.
Dia menyebutkan, pada 2018 tercatat bahwa total wisatawan yang berkunjung ke hutan bakau Kota Langsa berjumlah 156.031 orang. Sebab itu pihak terus melakukan pengembangan fasilitas di lokasi pariwisata guna meningkatkan pelayanan bagi pengunjung.
"Kami melihat kalau sehari-hari cuacanya bagus itu pengunjung mencapai 1.000 orang, tapi kalau hari menjelang lebaran itu dalam satu hari sampai 5.000 orang pengunjung," kata dia.
Peningkatan Fasilitas
Pemerintah Kota Langsa terus menunjukkan komitmen dalam memajukan sektor pariwisata setempat.
Kata dia, pemerintah juga sedang membangun akses jalan yang melingkari kawasan hutan bakau itu dengan diameter yang lebih luas, menyusuri hutan, serta menghubungkan dengan jembatan buntu yang telah lebih dulu dibangun.
Kemudian, kata dia, di sudut lain tengah hutan bakau tersebut sedang dilakukan pembangunan tower pemantau dengan ketinggian 45 meter. Fungsinya, agar pengunjung dapat menikmati keindahan seluruh penjuru hutan bakau itu, sekaligus tempat petugas memantau tindak perambahan hutan bakau secara ilegal.
"Insyaallah pembangunan ini akhir 2020 sudah selesai. Tower ini nanti ada tujuh lantai, dengan kapasitas 300 orang. Itu bisa kita melihat luas kawasan mangrove ini," ungkapnya.
Menjadi hutan bakau sebagai ekowisata, kata dia, sebagai upaya pemerintah kota untuk tetap menjaga kehijauan Aceh. Selama ini di kawasan tersebut banyak terdapat perambagan hutan bakau oleh warga, untuk dijadikan sebagai bahan baku arang.
“Semakin hari pengunjung makin ramai. Maka dengan kita jadikan ini sebagai ekowisata, kita juga berperan mengajak bersama-sama dalam upaya menjaga lingkungan kita sendiri. Sektor ini juga akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat,” katanya.
Paket Wisata Baru
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh juga sedang melakukan program pengembangan pariwisata baru di Aceh. Daerah paling barat Indonesia itu tidak lagi hanya mau mengandalkan destinasi wisata di Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Kota Sabang.
Disebutkan Kabid Pengembangan Usaha Pariwisata dan Kelembagaan Disbudpar Aceh, Ismail, wisatawan nasional maupun luar negeri juga harus melihat tujuan wisata lainnya di Aceh dari sisi pantai barat, selatan, pantai timur Aceh serta wilayah Aceh bagian tengah.
Maka sejalan dengan itu, Disbudpar Aceh melakukan kegiatan Familiarization Trip (Fam Trip) ke pantai timur Aceh yakni kota Langsa dan Kabupaten Aceh Tamiang sebagai upaya pengembangan produk wisata. Disbudpar Aceh pun memboyong puluhan pelaku usaha pariwisata di Aceh atau travel agent agar dapat mengemas paket wisata baru untuk wisatawan.
"Tujuan kita untuk memperkenalkan destinasi wisata baru, selain yang selama ini dikenal seperti produk wisata di Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang," katanya.
Dia menjelaskan, selama ini Aceh hanya terkenal dengan keindahan Pulau Weh di Sabang, serta wisata sejarah yang ada di Banda Aceh dan Aceh Besar, sedangkan daerah-daerah lain belum tergarap.
Padahal daerah serambi Mekkah itu sebenarnya memiliki lokasi-lokasi lain yang potensial, seperti ketika ke Kota Langsa dan Aceh Tamiang. Tampaknya Aceh membutuhkan spot-spot wisata baru agar wisatawan tidak bosan ketika menyambanginya.
Karena itulah, para pelaku usaha pariwisata di Aceh sangat diharapkan bisa menciptakan paket wisata baru untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Aceh dengan dukungan Pemerintah Aceh.