Bengkulu (ANTARA) - Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, Sumardi mengatakan, tanah warga yang terkena imbas rencana pembangunan jalan tol Bengkulu-Sumsel pada trase pertama hanya dihargai Rp28 ribu per meter per segi.
Kata Sumardi, nilai yang ditawarkan untuk mengganti tanah warga ini jauh dibawah nilai jual objek pajak (NJOP) yakni berkisar antara Rp68 ribu hingga Rp85 ribu per meter per segi. Nilai yang ditawarkan ini, kata Sumardi, lebih tepat disebut ganti rugi bukan ganti untung, sebab nilai yang ditawarkan sangat tidak manusiawi.
"Bagaimana tidak kita katakan ganti rugi, karena nilai yang ditawarkan untuk mengganti lahan warga yang terkena imbas rencana pembangunan jalan Tol ini jauh dibawah nilai jual objek pajak (NJOP). Ini tidak manusiawi," papar politisi Partai Golkar tersebut, Senin (13/1).
Kata Sumardi, kecilnya nilai ganti lahan warga yang terkena imbas pembangunan jalan tol ini akan memberikan banyak dampak, salah satunya adalah dampak ekonomi. Sebab, diatas lahan warga yang terkena imbas pembangunan jalan tol tersebut terdapat tanaman tumbuh yang selama ini menjadi sumber penghasilan warga setempat.
Setelah tanam tumbuh warga tersebut digusur, warga terpaksa mencari lahan baru untuk menanam kembali tanaman tumbuh seperti karet dan sawit yang selama ini menjadi sumber pendapatan warga. Proses penanaman kembali ini tentu memakan waktu yang cukup lama.
"Dari segi ekonomi misalnya, di lahan itu terdapat tanaman karet dan kelapa sawit. Yang selama ini merupakan sumber pendapatan keseharian bagi warga. Ini harus dipikirkan dan dianalisa. Makanya kalau hanya Rp 28ribu per meter kita nilai tidak manusiawi," ucap Sumardi.
Sumardi khawatir jika nilai ganti lahan ini tetap diangka Rp28 ribu per meter persegi akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Bisa saja pembangunan jalan tol sudah dilakukan ground breaking atau peletakan batu pertama oleh Presiden RI Joko Widodo, namun malah tidak berlanjut pelaksanaannya karena warga tidak menerima nilai ganti rugi itu.
Kata Sumardi, sebenarnya nilai ganti lahan di Provinsi Bengkulu ini masih terbilang murah dan tidak sampai berjuta-juta jika dibandingkan dengan daerah lain. "Kita berharap jangan ada pemaksaan terkait nilai ganti rugi yang dimaksud karena kini bukan zamannya orde baru," tegas Sumardi.