Banda Aceh (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyatakan pihaknya sedang membangun parit penghalang gajah (barier), dalam upaya penanganan konflik gajah Sumatera liar dengan masyarakat yang kerap terjadi di Kabupaten Bener Meriah.
"Di Bener Meriah sedang berjalan pembuatan barier yang kurang lebih panjangnya 15 kilometer, yang harapannya ini bisa meminimalisir konflik yang terjadi di Bener Meriah," kata Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto, di Banda Aceh, Kamis.
Dia menyebutkan sepanjang 2020 ditemukan enam ekor gajah liar mati di Aceh, tercatat lima ekor di Aceh Jaya dan satu ekor bayi gajah di Aceh Utara. Kemudian, hingga kini BKSDA Aceh juga mencatat populasi gajah Sumatera di Aceh sekitar 539 ekor.
Kata Agus, Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat telah memiliki sejumlah strategi untuk penanganan konflik satwa liar. Tentu saja, kata dia, ada beberapa yang sudah mulai berjalan maupun yang segera direalisasikan.
Termasuk pembentukan qanun (perda) tentang satwa liar, yang merupakan wujud kepedulian Pemerintah Aceh terhadap satwa liar. Tentu saja setelah disahkan, qanun itu akan berdampak positif dalam upaya penanganan permasalahan konflik satwa liar.
"Khususnya inisiasi yang terkait dengan kawasan ekosistem esensial yang memang menjadi salah satu solusi jangka panjang yang kita lakukan untuk mengatasi konflik-konflik yang terjadi saat ini," katanya.
Konflik gajah liar itu tidak hanya terjadi di Bener Meriah, saat ini petugas BKSDA Aceh juga sedang melakukan penggiringan gajah liar di kawasan Mila, Kabupaten Pidie serta melakukan pemasangan GPS collar pada gajah.
"GPS collar ini cukup membantu kita membuat strategi dalam penggiringan agar konflik tidak terjadi. Artinya, kesiapsiagaan kita lebih bagus dengan adanya GPS collar itu," katanya.*