Jakarta (ANTARA) - Dalam hitungan beberapa hari ke depan, Umat Muslim akan memasuki Bulan Suci Ramadhan, bulan yang paling dinantikan dalam setahun.
Ramadhan menjadi bulan pengampunan, kaum Muslimin dan Muslimah berlomba-lomba mengerjakan amal kebaikan serta pahala yang berlimpah.
Mulai dari memberikan makanan untuk berbuka puasa di masjid-masjid, shalat tarawih berjamaah, tadarus Alquran, hingga iktikaf di masjid pada 10 hari terakhir Ramadhan dan berbagai amalan lainnya.
Biasanya di bulan Ramadhan, masjid-masjid akan dimakmurkan oleh para jamaah, tak pernah sepi dari lantunan ayat suci.
Tapi Ramadhan yang menurut kalender NU dan Muhammadiyah diperkirakan jatuh pada Jumat, 24 April 2020, kemungkinan akan berlangsung berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini tidak lepas dari pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini di Indonesia bahkan di hampir sebagian besar negara di dunia.
Saat ini, berdasarkan data yang dilaporkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, jumlah kasus positif penyakit yang disebabkan virus corona baru itu telah mencapai 5.923 kasus di seluruh Indonesia hingga Jumat (17/4).
Selain itu juga terdata 607 pasien sembuh dan 520 orang meninggal dunia. Dari catatan Gugus Tugas, kasus positif COVID-19 telah ditemukan di 34 provinsi di Indonesia.
Diperkirakan jumlah kasus COVID-19 akan terus meningkat, seperti yang diprediksikan Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito.
Menurut Wiku, puncak dari pandemi di Indonesia akan mulai terjadi di antara awal Mei 2020 hingga sekitar awal Juni 2020 dengan jumlah kasus kumulatif 95 ribu kasus.
Ibadah di rumah
Melihat terus bertambahnya jumlah kasus COVID-19 dari hari ke hari di Indonesia, Presiden Joko Widodo telah menetapkan sebagai bencana nasional non alam.
Bahkan sejumlah daerah terutama yang menjadi epicentrum penularan seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, sudah menetapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk membendung penularan wabah.
Salah satu dari ketentuan dalam PSBB adalah kegiatan ibadah dan keagamaan dilakukan di rumah, sehingga rumah-rumah ibadah tidak lagi dibuka untuk jamaah.
Terkait ibadah tersebut, tokoh-tokoh lintas agama sudah mengeluarkan anjuran dan fatwa agar jamaah tetap beribadah di rumah sebagai bentuk pembatasan jarak dan pembatasan fisik agar virus tidak menular.
Seperti diketahui, virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 berkembang biak di tubuh manusia yang bisa menular melalui droplet atau percikan air liur dari penderita.
Sehingga perlu ada pembatasan jarak guna memastikan tidak terkena droplet dari orang yang positif COVID-19.
Untuk itu, masyarakat diimbau tidak berkumpul dan beribadah di rumah ibadah yang rentan terjadi penularan.
Sebelumnya Shalat Jumat berjamaah di masjid sudah ditiadakan, sesuai Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) diganti dengan shalat Dhuhur di rumah masing-masing, namun masih ada masjid yang tetap menyelenggarakan Shalat Jumat.
"Kualitas ibadah kita, Insyaa Allah, tidak akan berkurang dengan melaksanakan ibadah di rumah," kata Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin.
Kementerian Agama sebelumnya juga sudah mengeluarkan surat edaran mengenai Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi COVID-19.
Dalam surat edaran tersebut diatur sejumlah ketentuan yang memusatkan pada kegiatan ibadah tidak dilakukan secara berjamaah di masjid seperti biasa, melainkan di rumah bersama keluarga inti.
Menteri Agama, Fachrul Razi dalam surat edarannya meminta warga Muslim melaksanakan sahur dan buka puasa sendiri atau bersama keluarga inti saja, tidak menggelar acara sahur di jalan atau ifthar jama’i, buka puasa bersama.
Acara buka puasa bersama di lembaga pemerintahan, lembaga swasta, masjid, maupun mushala tidak diperkenankan semasa wabah.
Selain itu, shalat tarawih dilakukan secara individual atau berjamaah bersama keluarga inti di rumah serta melakukan tilawah atau tadarus Al-Qur’an di rumah masing-masing sesuai anjuran Rasulullah SAW untuk menyinari rumah dengan tilawah Al-Qur’an.
Menurut panduan kementerian, peringatan Nuzulul Qur’an dalam bentuk tablig dengan menghadirkan penceramah dan massa dalam jumlah besar, baik di lembaga pemerintahan, lembaga swasta, masjid, maupun musala ditiadakan. Demikian pula kegiatan iktikaf pada 10 malam terakhir Ramadhan di masjid/musala.
Berkenaan dengan pelaksanaan Shalat Idul Fitri yang lazimnya dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau di lapangan, kementerian mengharapkan Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa menjelang Idul Fitri.
Surat edaran Kementerian Agama juga menyebutkan bahwa kegiatan shalat tarawih keliling dan takbiran keliling ditiadakan. Kegiatan takbiran cukup dilakukan di masjid/mushala dengan menggunakan pengeras suara.
Kegiatan pesantren kilat Ramadhan dan silaturahim pada Hari Raya Idul Fitri disarankan dilakukan melalui media sosial atau telekonferensi.
Segera berakhir
Dalam kondisi pandemi, semua orang berharap agar penyebaran COVID-19 segera berakhir, tidak ada lagi yang tertular dan kehidupan kembali berjalan normal.
Roda ekonomi kembali berputar, ibadah berjalan lancar dan bisa keluar rumah dengan aman tanpa khawatir akan tertular penyakit yang menyerang saluran pernapasan itu.
Sebagai salah satu upaya, MUI mengimbau umat Muslim membaca doa Qunut Nazilah dalam setiap shalat fardhu agar wabah COVID-19 segera mereda.
"Kami atas nama MUI mengimbau kepada masyarakat, khususnya umat Islam Indonesia untuk terus berkontribusi mencegah penyebaran COVUD-19 dengan cara ikhtiar lahir dan batin," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh.
Ikhtiar batin yang terus dilakukan dengan cara meningkatkan keimanan dan ketakwaan meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT, memperbanyak munajat di samping tetap menjalankan protokol kesehatan yaitu menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta tidak mudik.*
Tetap ibadah di tengah wabah
Sabtu, 18 April 2020 13:32 WIB