Banda Aceh (ANTARA) - Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI berharap persoalan pembangunan rumah ibadah milik non muslim di wilayah Kabupaten Aceh Singkil dapat segera diselesaikan dengan cara musyawarah.
Kepala PKUB Kemenag RI Nifasri mengatakan persoalan itu harus segera diselesaikan sehingga tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, apalagi menjelang pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) pada 2022.
"Jangan sampai ini menjadi isu yang dimunculkan jelang Pemilukada. Selesaikan dengan kearifan lokal yaitu dengan musyawarah. Jalur penyelesaiannya lewat musyawarah, kita ikuti aturan yang berlaku," kata Nifasri, dalam keterangan yang diterima di Banda Aceh, Sabtu.
Pernyataan itu disampaikan Nifasri saat berkunjung ke Aceh Singkil melihat langsung kondisi kerukunan umat beragama, bertemu dengan Bupati Aceh Singkil Dulmursid, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh Singkil.
Serta tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat untuk berdiskusi terkait langkah-langkah penyelesaian persoalan pembangunan rumah ibadah bagi non muslim dan juga rumah pendeta di Aceh Singkil.
Dia menegaskan bahwa FKUB harus menjadi wadah penyelesaian persoalan di Aceh Singkil, sedangkan pemerintah daerah menjadi fasilitatornya.
"FKUB harus duduk bersama dengan pemerintah daerah, tokoh agama dan Kemenag, yang mampu menyelesaikan permasalahan ini tokoh agama, tokoh masyarakat, dan FKUB," ujarnya.
Nifasri menjelaskan, jika dilihat secara umum kondisi kerukunan umat beragama di Aceh Singkil terjalin dengan baik. Apabila memang ada gejolak, menurutnya, hal itu hanya riak kecil yang disebakan karena miskomunikasi.
"Kerukunan umat beragama di Aceh Singkil terjalin dengan baik. Permasalahan kerukunan umat beragama tidak seperti yang beredar di media sosial. Kita harap ada solusi permanen untuk permasalahan ini," ujarnya.
Kalau musyawarah dibiasakan di masyarakat kita, selesai masalahnya, apalagi kita bicara soal agama. Agama membawa kebaikan bukan membuat orang bermusuhan, ujarnya lagi.
Kata Nifasri, untuk mencegah munculnya riak-riak dan gesekan di masyarakat maka harus mengedepankan moderasi beragama serta menghormati penganut agama lainnya.
"Moderasi beragama artinya cara pandang kita dalam beragama secara moderat, tidak ekstrim, tidak ekstrim kanan atau ekstrim kiri," katanya.
Kemenag RI harap persoalan gereja di Singkil tuntas cara musyawarah
Sabtu, 3 Oktober 2020 17:47 WIB