Jakarta (ANTARA) - Pemerintah berupaya menangkap secara optimal potensi pasar industri halal yang sangat besar dan jumlahnya diperkirakan akan terus tumbuh, oleh karena itu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong sektor manufaktur turut berkontribusi mewujudkan Indonesia mampu bersaing di industri halal hingga skala global.
“Berdasarkan data dari The State of The Global Islamic Economy (GIE) pada 2019/2020 besaran pengeluaran makanan dan gaya hidup halal umat Islam di dunia mencapai 2,2 triliun dolar AS pada tahun 2018 dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai 3,2 triliun dolar AS di tahun 2024,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasamita lewat keterangan resmi di Jakarta, Minggu.
Salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan tersebut adalah peningkatan jumlah penduduk muslim di dunia yang mencapai 1,84 miliar orang. Jumlah tersebut diperkirakan meningkat dan mencapai 27,5 persen dari total populasi dunia pada 2030. Tentunya peningkatan populasi ini akan meningkatkan permintaan terhadap produk dan jasa halal secara signifikan.
“Jumlah penduduk muslim global yang demikian besar, ditambah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, yakni mencapai 222 juta jiwa, tentunya merupakan potensi bagi negara kita untuk menjadi pemain besar dalam ekonomi dan keuangan syariah di dunia,” ujar Menperin.
Adanya peluang pasar yang besar dan melihat ketersediaan suplai produk halal yang belum mencukupi, Kemenperin bertekad untuk memacu pengembangan industri halal di tanah air, di antaranya melalui pembangunan Kawasan Industri Halal (KIH), yang diimplementasikan melalui Peraturan Menteri Perindustrian nomor 17 tahun 2020 tentang tata cara memperoleh surat keterangan dalam rangka pembentukan KIH.
“Regulasi tersebut merupakan panduan bagi pengelola kawasan industri dalam peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur pendukung kegiatan industri halal, sekaligus sebagai panduan bagi industri halal dalam penciptaan pemusatan industri halal yang terpusat dan berlokasi di KIH,” tutur Menperin Agus.
Ia menjelaskan, surat keterangan KIH diperoleh setelah perusahaan kawasan industri memenuhi kriteria, yakni memiliki perizinan kawasan industri seperti Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) atau Izin Perluasan Kawasan Industri (IPKI).
Selanjutnya, harus memenuhi persyaratan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim verifikasi yang terdiri dari Kemenperin, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Berikutnya, menyusun masterplan untuk KIH yang dilengkapi sarana dan prasarana terintegrasi dalam satu hamparan. Misalnya laboratorium, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), instalasi pengolahan air baku halal, kantor pengelola dan pembatas KIH dengan kawasan lain.
Selain itu dibangun sistem manajemen halal dengan memiliki tim yang terdiri dari manajer halal dan pengawas halal.
“Sampai saat ini, sudah terdapat dua kawasan industri halal yang sudah mendapatkan surat keterangan KIH, yaitu Kawasan Industri Modern Cikande dengan luas 500 hektare di Serang, Banten, dan Kawasan Industri Safe N Lock seluas 9,9 hektare di Sidoarjo, Jawa Timur,” sebutnya.
Selain dua kawasan industri tersebut, ada empat lainnya yang saat ini sedang dalam tahap perencanaan menjadi KIH, yakni Jakarta Industrial Etstate Pulo Gadung, Batamindo Industrial Park di Batam, Bintan Industrial Estate, serta Kawasan Industri Surya Bornoe di Kalimantan Tengah.
Menperin optimistis, pembangunan KIH akan memberikan kemudahan menjalankan industri halal, mulai dari penyediaan bahan baku hingga distribusi, serta meminimalkan dampak kepada lingkungan.
“Selain itu, memberikan jaminan pengawasan yang memenuhi persyaratan halal, sehingga diharapkan sekaligus menjadi daya tarik investasi,” paparnya.
Adapun pengembangan industri halal akan dikembangkan di empat sektor industri, yakni sektor makanan dan minuman (mamin), fesyen, farmasi, dan kosmetik.