Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Tiga mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT UB) mengembangkan bahan bakar minyak yang ramah lingkungan dengan bahan baku limbah plastik dan daun jeruk purut.
Ketiga mahasiswa tersebut adalah Halifah Salsabila (Kimia), Galuh Wahyu Karti’a (Kimia), dan Fadhila Al Mardhiyah (Teknik Kimia), di bawah bimbingan dosen Dr Yuniar Ponco Prananto.
Anggota tim mahasiswa yang mengembangkan bahan bakar minyak dari limbah plastik tersebut, Fadhila Al Mardhiyah di Malang, Ahad, mengatakan limbah plastik berpotensi sebagai minyak bahan bakar untuk mengatasi kelangkaan energi berkelanjutan.
"Karena hasil dari minyak pirolisis sampah plastik memiliki oktan yang cukup rendah, kami menambahkan bioaditif dari ekstrak daun jeruk purut, karena komponen penyusunannya banyak mengandung oksigen, sehingga mampu meningkatkan pembakaran bahan bakar dalam mesin dan meningkatkan nilai oktannya," kata Fadhila.
Kandungan oksigen dalam daun jeruk purut dapat memaksimalkan proses pembakaran pada mesin yang artinya jumlah energi yang dihasilkan akan semakin besar, sehingga konsumsi bahan bakar pun akan semakin menurun.
"Minyak daun jeruk purut sangat berpotensi menjadi zat aditif untuk bahan bakar minyak terutama RON 90 (Pertalite) dan RON 88 (Premium)," kata Halifah Salsabila, anggota tim lainnya.
Untuk membuat bahan bakar tersebut, tim Program Kreativitas Mahasiswa-Riset Eksakta (PKM-RE) ini mencampurkan minyak daun jeruk purut kurang dari 1 persen volume minyak hasil pirolisis.
Meskipun hasil penelitian ini masih relatif awal, potensi eksplorasi bahan alam sebagai bioaditif dan formulasi bioaditif dengan sumber bahan bakar minyak lainnya masih terbuka lebar, apalagi di UB juga terdapat Institut Atsiri yang dapat membantu mahasiswa dan dosen untuk mengeksplorasi bioaditif ini lebih lanjut.
Ia berharap penelitian ini dapat memberikan alternatif solusi dalam mengurangi tingginya jumlah sampah plastik di Indonesia menjadi produk yang layak bernilai ekonomi dalam rangka ketahanan energi nasional.
Selain itu, dapat membuka wawasan akan kekayaan alam Indonesia yang masih bisa dikelola potensinya. "Juga mendukung pencapaian SDGs Nomor 7, yaitu energi bersih dan terjangkau,” kata anggota tim lainnya, Galuh Wahyu.*