Banda Aceh (ANTARA) - Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyampaikan terima kasih atas penominasian Hikayat Aceh sebagai Memory of the World (MoW) dan penguatan Pusat Studi Arsip Tsunami yang telah diregistrasi dalam Register Internasional MoW UNESCO.
“Kami atas nama Pemerintah Aceh sangat berterima kasih. Kami akan mendukung penuh atas pendaftaran Nominasi Hikayat Aceh ini,” kata Gubernur Aceh yang diwakili Asisten Administrasi Umum Sekda Aceh Iskandar AP di sela menerima kunjungan Tim Komite Nasional MoW di Serba Guna Kantor Gubernur Aceh, Jumat.
Ia menjelaskan melalui Hikayat, Aceh telah berkontribusi besar dalam peradaban Islam di Nusantara, sehingga memperkaya perkembangan dunia intelektual, melalui manuskrip-manuskrip yang lahir dari buah pikir dan goresan pena para ulama di masa lampau.
“Hikayat adalah salah satu dari sekian banyak karya tulis lainnya yang diwariskan para cendekiawan Aceh tempo dulu. Hal inilah yang menjadikan Aceh hingga kini masih menjadi lumbung naskah kuno di Indonesia,” kata Iskandar.
Pemerintah Aceh sudah melakukan pertemuan dan diskusi pra-registrasi Hikayat Aceh sebagai tindak lanjut MoW 2019 pada Oktober 2018. Pertemuan itu dilakukan untuk mengupayakan penyusunan naskah nominasi, sebab pengusulan MoW harus disertai kajian akademik.
Selain itu, Pemerintah Aceh juga akan mencetak dan memperbanyak buku “Hikayat Aceh” untuk dijadikan koleksi literasi setiap perpustakaan di Aceh dan nasional.
Pemerintah Aceh juga akan melakukan berbagai promosi dan diseminasi naskah Hikayat Aceh serta berbagai bentuk dukungan lainnya yang akan mendekatkan masyarakat Aceh terhadap literasi kuno tersebut.
Iskandar menuturkan langkah-langkah yang diambil tersebut merupakan cara Pemerintah Aceh untuk menyelamatkan dan memulihkan “Hikayat Aceh”, maupun naskah-naskah kuno lainnya sebagai arsip warisan budaya masa lalu.
“Aceh, sudah seharusnya berkaca pada kondisi alamnya yang rawan terhadap bencana, jadi sudah sepatutnya kita berkonsentrasi pada penyelamatan dan perlindungan arsip-arsip lainnya dari dampak bencana, seperti arsip vital,” kata Iskandar.
Untuk mendukung penyelamatan arsip vital yang merupakan bukti sejarah tetap terjaga dan terawat keberadaannya, Pemerintah Aceh sesuai dengan permohonan Kepala ANRI telah menghibahkan tanah pertapakan bangunan kantor Balai Arsip Statis dan Tsunami ANRI yang berlokasi di Kompleks Perkantoran Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh.
“Kami telah menyurati DPRA guna mendapat rekomendasi, sehingga dapat ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Aceh tentang Penetapan Hibah Barang Milik Aceh Kepada ANRI. Mari kita doakan semoga cepat selesai dan tanah tersebut dapat segera dihibahkan,” katanya.
Ketua Komite Nasional MoW yang juga Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Imam Gunarto menjelaskan program Memory of the World diluncurkan oleh UNESCO pada tahun 1992, sebagai respons terhadap ancaman kepunahan warisan dokumenter berupa arsip, pustaka maupun artefak dari kerusakan, baik yang mengalami kerusakan atau kemusnahan yang disebabkan oleh faktor alamiah dan faktor manusia.
Imam menerangkan keterlibatan Indonesia dalam pengajuan warisan dokumenter sebagai MoW, diawali pada tahun 2003. Indonesia juga memiliki andil sebagai co-nominator dalam pengajuan arsip, seperti Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), manuskrip La Galigo (2011), Babad Diponegoro dan kitab Negara Kertagama (2013), arsip KAA (2015), Arsip Restorasi Borobudur, Naskah Cerita Panji dan Arsip Tsunami Samudera Hindia (2017).
“Saya memohon kepada seluruh pimpinan provinsi dan masyarakat Aceh dapat bersama-sama menggerakkan upaya ini agar sukses diakui oleh UNESCO,” ujarnya.