Direktur Badan Layanan Umum Daerah RSU dr H Yuliddin Away, dr Faisal, ApAn melalui Kabid Pelayanan, dr Cut Dewi Kartika di Tapaktuan, Selasa menyebutkan, dari 11 orang tersebut 10 di antaranya positif DBD, sedangkan satu orang lagi masih pada taraf dicurigai.
Dari 11 warga tersebut, sembilan di antaranya merupakan warga Desa Air Sialang Tengah, Kecamatan Samadua, dua lainnya dari Desa Hulu dan Desa Air Berudang, Kecamatan Tapaktuan. Saat ini seluruh pesien sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Yuliddin Away Tapaktuan.
Ia menyatakan, sejak tanggal 25 sampai 28 September 2015 (lima hari-red), pihaknya sudah menangani 10 penderita DBD, satu orang lagi masih pada tingkatan dicurigai penularan gigitan nyamuk Aedes Aegipty.
"Korban menderita demam tinggi disertai bintik merah-merah dibagian kulit. Bahkan ada pasien mengeluarkan darah dari hidung seperti mimisan," katanya.
Dibandingkan pada bulan Agustus 2015, jumlah kasus tidak mengalami peningkatan drastis tetapi serangan demam berdarah kali ini fokus di satu lingkungan, ujar Cut Dewi Kartika.
Berdasarkan hasil rekam medik bulan Agustus 2015, sambungnya, jumlah penderita DBD yang ditangani berjumlah 10 kasus.
Namun yang menjadi bedanya dengan kasus ini, warga yang terjangkit tidak terpusat pada satu lingkungan atau desa yang diduga endemis, ujarnya.
"Kalau dalam kasus sepekan ini, sembilan penderita terjangkit di satu lingkungan, bahkan satu keluarga menimpa tiga pasien. Dua lagi di desa dan kecamatan yang berbeda," jelasnya.
Cut Dewi menyebutkan, dari 11 pasien yang terjangkit DBD itu, sembilan orang diantaranya berjenis kelamin perempuan yang berasal dari Desa Air Sialang Tengah, Kecamatan Samadua.
Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) pada Dinas Kesehatan Aceh Selatan dr Cut Sri Elvita mengatakan, untuk mengantisipasi lonjakan serangan DBD di daerah itu, berbagai langkah telah dilakukan, salah satunya adalah tindakan fogging.
"Tapi langkah fogging baru dilakukan setelah sebuah wilayah atau kampung diverifikasi oleh tim yang ditunjuk. Bukan berarti setelah ditemukan ada warga yang terjangkit DBD, lalu kampung itu langsung di fogging. Sebab mekanismenya harus terlebih dulu diverifikasi dan diteliti secara akurat, apakah benar dilokasi itu endemis DBD, sebab bisa saja warga tersebut terjangkit ditempat lain," ujarnya.
Disamping langkah fogging, sambungnya, Dinas Kesehatan Aceh Selatan juga akan melakukan langkah Pemberantasan Sarang Nyamuk (SPN) melalui langkah 3 M Plus serta pembagian bubuk abate.
"Upaya pemberantasan induk dan bibit (jangkrik) nyamuk berbahaya itu harus dilakukan secara rutin melalui program SPN dan 3 M Plus, sehingga potensi terjangkit penyakit mematikan itu bisa ditekan sekecil mungkin," katanya.
Selain itu, ia juga menyatakan, pihaknya akan membagikan bubuk abate. Faktor utama yang harus dilaksanakan adalah PSN dengan cara menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air dan menimbun tempat penampungan/genangan air atau lazim disebut 3 M.
"Jika diharap dengan system fogging saja belum pasti jangkrik nyamuk bisa mati kecuali induknya," kata Cut Sri Elvita.