Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh bersama kepolisian dan Hiswana Migas Aceh (tim terpadu) telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) pendistribusian elpiji tiga kilogram bersubsidi (gas melon) di atas harga eceran tertinggi (HET) yaitu mencapai Rp35 ribu, padahal harga normal Rp18 ribu per tabung.
"Pendistribusiannya harus tepat sasaran, untuk tahap pertama ini kita berikan pembinaan dan sosialisasi, kedepan nanti baru kita lakukan penindakan," kata Kabid Migas Dinas ESDM Aceh Dian Budi Dharma, di Banda Aceh, Rabu.
Hal itu disampaikan Dian Budi Dharma saat melakukan inspeksi mendadak pendistribusian elpiji tiga kilogram bersubsidi di berbagai tempat usaha seperti cafe, restoran hingga ke pedagang eceran di Banda Aceh.
Dalam sidak ini, kata Dian, tim terpadu Aceh belum menemukan adanya cafe dan restoran besar yang menggunakan elpiji bersubsidi tersebut, semuanya menggunakan elpiji non subsidi.
Namun, di pedagang eceran, tim menemukan adanya penjualan elpiji tiga kilogram bersubsidi di atas harga eceran tertinggi (HET) yakni mencapai Rp35 ribu. Padahal HET elpiji ini hanya Rp18 ribu per tabungnya.
"Kita lihat tadi ada dari kios menjual Rp35 ribu, mereka membeli dari pangkalan Rp30 ribu per tabung. Padahal harga eceran tertingginya itu Rp18 ribu sesuai SK Gubernur," ujarnya.
Dian menyampaikan, inspeksi ini dilakukan pasca adanya kenaikan harga elpiji non subsidi, pengawasan ini sebagai upaya mengantisipasi penjualan yang tidak tepat sasaran, mengingat gas tiga kilogram bersubsidi diperuntukkan khusus untuk masyarakat miskin.
"Naiknya harga gas non subsidi itu terjadi disparitas harga cukup tinggi antara gas subsidi dengan non subsidi. Karenanya kita akan mengawasi ketat agar elpiji subsidi itu disalurkan tepat sasaran," kata Dian.
Sementara itu, Ketua Hiswana Migas Aceh Nahrawi Noerdin menegaskan bahwa semua pangkalan harus menjual elpiji sesuai HET. Tidak boleh melebihi dari harga tersebut seperti yang ditemukan hari ini di tempat pedagang eceran.
"Penjualan di atas HET ini kan salah, apalagi elpijinya diambil dari Aceh Besar dan dijual ke Kota Banda Aceh," kata Nahrawi.
Nahrawi berharap, kedepan tidak ada lagi temuan penjualan elpiji bersubsidi di atas HET seperti hari ini. Karena itu dirinya berharap pemerintah lebih tegas lagi agar gas tersebut tidak lagi beredar di tingkat pengecer, melainkan hanya melalui agen ke pengkalan.
"Elpiji tiga kilogram bersubsidi ini hanya sampai pangkalan saja, dan tidak boleh ada penyalur di luar pangkalan. Cukup dari pangkalan dan langsung ke pengguna," demikian Nahrawi Noerdin.
Seperti diketahui, PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Patra Niaga telah menaikkan harga elpiji non subsidi untuk menyesuaikan dengan harga minyak dan gas bumi di pasar global.
Dengan adanya penyesuaian tersebut, maka harga elpiji nonsubsidi yang berlaku saat ini Rp15.500 per kilogram. Pertamina menyatakan telah mempertimbangkan kondisi penyesuaian harga serta kemampuan pasar elpiji non subsidi.