Banda Aceh (ANTARA) - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Iskandar Usman Al Farlaky menyatakan bahwa revisi Qanun (peraturan daerah) Aceh tentang hukum jinayat untuk memperkuat substansi perlindungan anak korban kekerasan seksual di tanah rencong.
"Karena pasal yang dilakukan pembahasan dan perubahan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak," kata Iskandar Usman Al Farlaky, di Banda Aceh, Rabu.
Iskandar menyampaikan, Komisi I DPRA telah merampungkan pembahasan terhadap perubahan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat tersebut, dan sudah dinyatakan final.
"Alhamdulillah rancangan perubahan qanun hukum jinayat itu sudah kita finalisasi pembahasannya," ujarnya.
Iskandar menyampaikan, revisi qanun jinayat itu dilakukan terbatas, hanya untuk memperkuat pasal terkait dengan perlindungan dan pemenuhan hak anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Adapun pasal yang direvisi berkaitan dengan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak itu yakni seperti Pasal 33, Pasal 34, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 72.
Selain itu, lanjut dia, perubahan peraturan tersebut juga fokus pada perlindungan dan pemenuhan hak anak yang menjadi korban kekerasan seksual, seperti pelecehan dan pemerkosaan.
“Semangatnya revisi ini adalah semangat perlindungan anak. Pertama merumuskan hukuman pemberatan bagi pelaku, selama ini hukumannya pilihan antara cambuk, denda dan penjara," katanya.
Setelah perubahan ini disahkan, tambah Iskandar, terhadap pelaku selain akan dicambuk juga dipenjara, sehingga bukan lagi alternatif, melainkan kumulatif. Kemudian, hak pemulihan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual juga dapat berjalan baik.
DPR Aceh menargetkan perubahan qanun tersebut bisa disahkan tahun ini, sehingga tahun depan bisa langsung diberlakukan.
"Revisi ini kita diharapkan bisa menjawab permasalahan hukuman terhadap pelaku yang selama ini dianggap ringan, bahkan sering diputuskan bebas," demikian Iskandar.