Meulaboh (ANTARA Aceh) - Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh akan segera melakukan pengukuran ulang tonase armada nelayan berkapasitas di bawah 10 Grosstonage (GT) untuk penertiban administrasi.
Bupati Aceh Barat Teuku Alaidinsyah di Meulaboh, Jumat, mengatakan budaya kehidupan nelayan daerah itu hanya ahli dalam urusan melaut, sementara persoalan administrasi sering terabaikan karena hanya berperan sebagai pekerja.
"Dari dulu pemahaman nelayan kita memang begini, yang tahunya melaut saja, soal itu (administrasi) adalah urusan toke 'boat', tapi toke sendiri jikala ada masalah melemparkan kepada nelayan, seperti kasus nelayan ditangkap di Padang dulu," sebutnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti merencanakan membuat Kantor Sistem Pelayanan Satu Atap (Samsat) bersama Kementerian Perhubungan untuk mengukur ulang kapal ikan di berbagai daerah.
Hal itu bertujuan agar pengukuran tonase akte setiap kapal ikan sesuai dengan ketentuan dan mencegah adanya penurunan harga (mark down) saat permohonan izin melaut.
Bupati Alaidinsyah mengatakan sangat sependapat terhadap kebijakan demikian sehingga apabila administrasi nelayan lengkap dan benar maka dapat dilindungi dari pelanggaran peraturan negara.
"Sudah disosialisasikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan kepada nelayan dan itu sudah ditindaklajuti, tapi itu akan kita cek dulu sebab sudah saya instruksikan. Memang dalam kenyataan nelayan kita bukan kurang memahami, tapi kurang menanggapi terhadap peraturan-peraturan yang ada," sebutnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengingatkan agar pemilik kapal secara jujur mendaftarkan kapal sesuai kondisi sebenarnya dan tidak berusaha mengurangi tonase kapal untuk menghindari perizinan.
Imbauan tersebut terkait dengan banyak ditemukan kapal bertonase di atas 10 GT yang didaftarkan di bawah 10 GT untuk mendapat bebas izin berlayar.
Pemerintah terus memverifikasi sertifikat kapal agar sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Alaidinsyah berharap pemilik armada mentaati semua aturan yang ada agar nelayan sebagai pekerja terhindar dari masalah hukum karena aturan dibuat oleh negara untuk melindungi rakyatnya.
"Intinya kita harapkan adanya kejujuran menyampaikan kapasitas 'boat', nelayan harus mengikuti aturan yang ada, jangan takut karena itu semua demi kebaikan," harapnya.
Pada kesempatan tersebut Alaidinsyah juga menyampaikan perlindungan hukum kepada masyarakat miskin dari pemerintah daerah sudah dilakukan dengan membentuk satu Qanun (perda) Nomor 4 Tahun 2016.
Qanun tersebut mulai berlaku sejak 2016 atas persetujuan pihak legislatif untuk memberi pendampingan bantuan hukum terhadap masyarakat miskin sesuai data BPS apabila berhadapan dengan hukum pidana dan perdata.
"Kita sudah MoU dengan LBH, untuk satu kasus dengan biaya Rp5 juta, artinya semua masyarakat bisa mendapatkan pendampingan hukum gratis, kecuali untuk kasus narkoba, korupsi dan terorisme, itu tidak masuk," katanya menambahkan.