Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh menyatakan tangga Rumoh Geudong tidak dihancurkan, melainkan bakal dijadikan monumen pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Bekas tangga Rumoh Geudong akan dijadikan monumen sebagai bentuk penyelamatan situs tragedi pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi saat DOM (daerah operasi militer) berlangsung," kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA di Banda Aceh, Senin.
Rumoh Geudong merupakan tempat penyiksaan dan pembantaian masyarakat Aceh masa konflik 1989-1998 di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie. Dan kini telah diakui Pemerintah Indonesia sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat.
Saat ini, di bangunan di kawasan Rumoh Geudong tersebut telah diratakan dengan tanah, dan hanya tersisa tangganya saja.
Direncanakan, Presiden Jokowi bakal berkunjung ke Rumoh Geudong besok (27/6) untuk melakukan kick off pemulihan hak korban kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di seluruh Indonesia.
MTA berharap semua pihak dapat menghindari pernyataan yang berpotensi terjadinya resistensi publik yang meluas, karena hal ini masuk dalam kategori sensitif apabila tidak dipahami utuh oleh masyarakat. Semua kita harus benar-benar berfikir secara jernih, tenang dan bijak.
"Pro-kontra yang terjadi sangat kita pahami, dan hal ini tentu bagian yg tidak terpisahkan dari ekspresi publik dalam mengawal hal-hal krusial terutama keberpihakan kepada korban dan sejarah," ujarnya.
Kata MTA, kick off di lokasi Rumoh Geudong merupakan agenda Presiden dalam hal dimulainya pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat secara non-yudisial secara nasional, termasuk tiga kasus di Aceh dari 12 kasus seluruh Indonesia.
Tiga kasus di Aceh tersebut yakni peristiwa Rumoh Geudong Pidie, Simpang KKA Aceh Utara, dan kasus Jambo Keupok di Aceh Selatan.
"Kita sangat berterima kasih atas kebijakan Presiden memilih lokasi Rumoh Geudong sebagai titik Kick-Off dimulainya pemenuhan hak korban non-yudisial ini," katanya.
MTA menuturkan, dengan dipilihnya lokasi Rumoh Geudong sebagai tempat kick off, maka ini menjadi salah satu bentuk kepedulian negara dalam menyelamatkan situs penting terkait pelanggaran HAM berat.
Atas dasar itu, seharusnya semua pihak patut bersyukur dan berterima kasih atas itikad baik Presiden melakukan kick off di Rumoh Geudong.
Dirinya menegaskan, sangat keliru jika asumsi beredar pemerintah akan melenyapkan bekas Rumoh Geudong. Karena, selain menjadikan tangga rumoh geudong sebagai monumen, Presiden juga berkeinginan mendirikan mesjid di lokasi tersebut.
Tujuannya, selain dapat digunakan oleh masyarakat umum, diharapkan sarana itu nantinya juga bisa mengoneksikan para korban untuk kegiatan peringatan tahunan sesuai kultur ke-Acehan yang kental dengan syariat islam.
Jadi, lanjut MTA, langkah positif seperti ini harus dipahami bersama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam mengawal ingatan masyarakat dan korban, demikian juga negara sebagai kesadaran agar hal serupa tidak pernah lagi terjadi di masa depan, terutama di Aceh.
"Mari sama-sama kita dukung dan sukseskan kick off pemenuhan hak korban non-yudisial oleh Presiden ini demi Aceh yang lebih baik," demikian Muhammad MTA.