Selain itu, kata dia, pasien juga dirujuk tidak dengan menggunakan mobil ambulan. Keluarga pasien juga tidak memberitahu lebih dahulu kepada petugas di pelabuhan bahwa akan ada pasien yang akan menyeberang ke Banda Aceh.
Menurut Agus, pihaknya tidak bermaksud untuk tidak melayani pasien itu. Karena selama ini, kata dia, pihak pelabuhan selalu memberi area khusus untuk mobil ambulan ketika ada pasien yang akan dirujuk ke Banda Aceh.
“Setiap trip ada space untuk ambulan, setelah kita tunggu tidak ada koordinasi dari rumah sakit atau ambulan sendiri bahwa akan datang, maka baru kami berikan space itu ke pengguna jasa umum,” katanya.
Ia menambahkan, ada beberapa kondisi yang bisa membuat kapal kembali ke pelabuhan ketika sudah berlayar, seperti cuaca buruk, gangguan pada mesin, atau apabila ada penumpang kapal dalam kondisi sakit kritis, sehingga jika terus berlayar akan mengancam nyawa penumpang itu.
Sehingga, menurut Agus, dalam kondisi ini, kapal tidak memiliki alasan untuk kembali ke pelabuhan ketika sudah berlayar dengan kecepatan penuh.
“Jadi kami pastikan kalau ada ambulan yang koordinasi dengan kami, itu kami tunggu. Begitu datang (ambulan), masuk kapal, langsung berangkat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Sabang Edi Suharto mengatakan pasien berusia 13 tahun itu mengalami gangguan jiwa sejak lahir. Pasien ini harus dirujuk ke Banda Aceh untuk mengambil obat ulang, karena kehabisan obat.
Baca juga: ASDP: Arus penumpang dari Sabang ke Banda Aceh masih padat
Kata Edi, pasien tersebut terdata di klinik miliknya, sehingga ketika diminta rujukan oleh keluarga pasien, ia langsung memberikan rujukan secara online, dengan tujuan agar pasien tidak kehabisan obat.
“Itu pun rujukan saya yang kasih. Karena dia (orang tua pasien) bilang anaknya kehabisan obat, jadi perlu ambil obat rujuk ulang. Ya saya kasih saja, meskipun tanpa bawa pasien, karena saya tahu pasiennya,” ujarnya.
Untuk Protap rujukan pasien gangguan jiwa, kata Edi, seharusnya ketika penyakit pasien kambuh, maka keluarga pasien harus melapor hal itu kepada Bhabinkamtibmas, untuk ditindaklanjuti ke petugas kesehatan jiwa (Keswa) di Puskesmas. Kemudian baru diurus untuk mendapat fasilitas ke rumah sakit dalam mengambil tindakan.
Sehingga, lanjut dia, apabila pasien perlu dibawa ke rumah sakit rujukan maka pasien dibawa menggunakan mobil ambulan dan didampingi oleh petugas Keswa, keluarga pasien, serta polisi atau Satpol PP.
“Jadi posisi pasien tetap dalam ambulan, atau dibius kalau sudah meronta-ronta. Kalau tidak nanti di kapal dia (pasien) mengamuk, dia dihancuri semua, siapa tanggung jawab,” ujarnya.