Selain itu, lanjut Pratama, tersangka juga membenarkan telah dilakukan proses pengukuran oleh BPN Banda Aceh dan penilai harga oleh pihak KJPP. Di mana ada 14 persil tanah yang diukur dan dinilai.
Dari 14 persil tanah tersebut, hanya sembilan persil yang diproses pembayaran, dari sembilan persil itu terdapat tiga persil yang menerangkan tanah milik Gampong dengan alas hak SKT dan sporadik.
"Setelah itu dilakukan pengukuran dan penilaian kemudian dilakukan pengumpulan dokumen dari pihak warga yg tanahnya terkena pembebasan untuk dilakukan verifikasi," ujarnya.
Ia menuturkan, saat proses verifikasi dokumen tersebut, Yasir (saat itu menjadi PPTK) tidak melakukan tugas dan kewenangannya, dimana seharusnya tiga persil tanah milik gampong tersebut dilakukan dengan cara tukar menukar (mencarikan tanah pengganti).
Baca juga: Pj Wali Kota Banda Aceh: Kami hormati proses hukum terkait korupsi Kadis PUPR
Kemudian, tambah dia, apabila tidak ada tanah pengganti maka boleh dibayarkan dengan uang yaitu dibayarkan ke rekening gampong. Tetapi, akibat kesengajaan PPTK saat itu terjadi pembayaran ke rekening pribadi kepada aparatur gampong.
"Kami masih terus melakukan pemeriksaan terhadap MY, dan kini keberadaannya di Polresta Banda Aceh hampir 24 jam," kata Pratama.
Untuk diketahui, dalam kasus tersebut, berdasarkan hasil Audit BPKP Perwakilan Aceh, perkara ini telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1 miliar lebih dari tiga persil tanah milik gampong.