Sampai saat ini, para pengungsi masih berada di teras kantor Gubernur Aceh, dan dikawal aparat kepolisian. Belum ada kejelasan bagaimana penanganan terhadap imigran tersebut.
M Yusuf mengatakan, saat ini pihaknya belum bisa melakukan langkah apapun karena belum adanya petunjuk atau arahan dari pimpinan terhadap para pengungsi Rohingya tersebut.
"Kami tetap menjaga 24 jam, dan nanti bagaimana kami sedang menunggu arahan pimpinan," ujarnya.
Sekretaris Desa Lamreh Asmadi Kadafi mengatakan, warga inisiatif melakukan pemindahan karena lokasi mendaratnya pengungsi rohingya dinilai tidak layak karena tidak ada bangunan apapun, tidak ada listrik, dan air bersih.
"Karena pertimbangan keamanan, warga meminta UNHCR memindahkan mereka (rohingya) dari kampung kami," kata Asmadi.
Baca juga: UNHCR: 700 pengungsi Rohingya yang ada di Aceh butuh penampungan yang layak
Ia mengatakan faktor keamanan juga jadi pertimbangan pemindahan karena dua orang pengungsi sempat kabur sebelum akhirnya diamankan oleh polisi.
Proses pemindahan pengungsi sempat mendapat larangan dari pihak kepolisian karena tidak ada lokasi yang dipastikan bisa menampung mereka. Sedangkan, pihak dari UNHCR juga tidak memiliki solusi terkait lokasi penampungan.
Sejumlah perwakilan UNHCR sempat datang melakukan pendataan, memberikan makanan, dan pergi setelah mendengarkan sejumlah warga yang meminta pengungsi rohingya tersebut segera dipindahkan.
"Kita perlu duduk bersama dengan semua pihak untuk mencari solusi tentang hal ini. Memang ada dua-tiga lokasi yang bisa, tapi itu perlu persetujuan dari pemerintah setempat," kata Ann Maymann, perwakilan UNHCR di Indonesia, saat melihat kondisi pengungsi rohingya di pantai Lamreh, Aceh Besar.
Ann sempat mendengarkan aspirasi sejumlah warga yang menolak kehadiran rohingya di tempat itu. Namun, ia menilai yang menolak itu tidak bisa digeneralisasi sebagai penolakan mutlak dari Indonesia.
Baca juga: Sempat ditolak, pengungsi Rohingya tetap mendarat di Pidie