Meulaboh (ANTARA Aceh) - Ratusan nelayan Aceh Barat, Provinsi Aceh mengelar aksi protes pasca penangkapan dan penahanan enam nelayan oleh tim Polisi Air Polda Aceh karena diduga mengunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan.
"Kami minta keluarga kami, di bebaskan, apa yang mereka lakukan sama seperti kami. Jadi kalau kerja kami dilarang lebih baik kami jual semua boat, dari pada nelayan masuk penjara," kata Panglima Lhok Tengku Durundeng Zainal Abidin (63) di Meulaboh, Senin.
Aksi protes di lakukan nelayan tradisional tersebut, dengan mogok melaut dan menjual semua kapal motor (KM) dan boat mereka dilabuhkan di tempat pendaratan ikan Desa Rundeng, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat.
Ratusan nelayan dari Lhok Teuku Dirundeng dan Lhok Padang Seurahet berame-rame menempelkan kertas bertulis "Dijual" dan menempelkannya pada semua boat yang dilabuhkan di kawasan TPI dekat jembatan Krueng Cangkoi tersebut.
Nelayan menuntut keadilan pada pemerintah atas adanya kebijakan pelarangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, sebab pendefinisian alat tangkap tidak ramah lingkungan menjadi alat untuk menjerat nelayan-nelayan tradisional.
Kata Zainal Abidin, hampir semua nelayan masih menggunakan alat tangkap yang sama seperti digunakan beberapa nelayan yang ditangkap, nelayan setempat mengaku masih menggunakan alat tangkap lama atau disebut pukat mini.
"Semua nelayan di sini masih menggunakan pukat mini, pukat yang kami pakai, jangankan merusak terumbu karang, kena kayu saja pecah. Pernah diberikan (alat tangkap) tapi hanya tiga unit, kami rame, itupun diberikan bukan pada nelayan," sebutnya.
Karena kekhawatiran tersebut, nelayan setempat mengaku takut melaut dan memilih menjual kapal mereka dan berencana beralih profesi, ketimbang menanggung resiko berhadapan dengan hukum, apalagi tidak ada jaminan kesejahteraan dari kerja mereka.
Setelah melakukan aksi di tempat boad berlabuh, ratusan nelayan mendatangi kantor DPRK Aceh Barat menyampaikan keluhan mereka, sebab apa yang menimba nelayan itu karena tidak berperannga wakil rakyat dalam melihat kehidupan nelayan.
Buyung (50) salah seorang nelayan yang ikut beraudiensi di ruang Komisi B-DPRK Aceh Barat menyampaikan, keluarga mereka harus dibebaskan, sebab bila hanya karena alat tangkap yang dipermasalahkan, maka semua nelayan melakukan hal yang sama.
"Kami sudah ketakutan di laut, nelayan kami ditangkap, katanya kami salah, makanya kami tanya sekarang, apanya yang salah, di mana salah, karena sebelumnya alat kami pakai itu pernah dibawa musyawarah, bisa melaut, tapi nyatanya ditangkap, "katanya.
Komunitas nelayan Aceh Barat mengharapkan, pemerintah daerah berlaku bijak dan mengembalikan kedaulatan nelayan dan penyelesaian persoalan laut kepada hukum adat laut yang secara nasional legalitasnya sudah diakui pemerintah Republik Indonesia.
