Banda Aceh (ANTARA) - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Kurniawan menyatakan penyediaan lahan eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai langkah reintegrasi dan bentuk komitmen negara terhadap UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh (UUPA).
"Penyediaan lahan bagi mantan kombatan GAM tersebut merupakan wujud komitmen dan tanggung jawab negara dalam memenuhi apa yang diamanatkan kesepakatan damai MoU Helsinki dan UUPA," kata Kurniawan di Banda Aceh, Senin.
Pernyataan itu disampaikan Kurniawan merespon hasil rapat koordinasi Pemerintah Aceh dengan Kementerian ATR/BPN serta stakeholder terkait lainnya mengenai penyelesaian penyediaan lahan untuk para eks kombatan GAM di wilayah Aceh Timur sekitar 22 ribu hektare.
Pakar Hukum Tata Negara ini mengatakan, langkah yang Kementerian ATR/BPN memprioritaskan penyediaan lahan untuk mantan kombatan GAM di Aceh juga sebagai bagian dari upaya reintegrasi.
Di sisi lain, dirinya menjelaskan bahwa untuk mengadakan lahan seluas 22 ribu hektare di Aceh Timur bagi para kombatan tersebut tentunya sulit tersedia di luar kawasan hutan.
Hal itu dikarenakan sebagian besar lahan sudah berstatus hak milik, termasuk ada yang berstatus izin usaha. Artinya, kebijakan pengadaan lahan tersebut tidak dapat dihindari, ditempuh melalui pengalihan hutan.
Dirinya mengingatkan, Kementerian ATR/BPN dalam melakukan pengalihan hutan menjadi lahan produktif yang nantinya akan didistribusikan kepada para mantan kombatan GAM harus memperhatikan prosedur legalitas sebagaimana PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Menurutnya, peraturan tersebut mencabut enam PP terdahulu terkait kehutanan, salah satunya adalah PP Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.
Dirinya menegaskan, selain menjadikan PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan sebagai pedoman dalam proses legalitas pengalihan hutan, kiranya juga wajib memperhatikan serta mempedomani berbagai peraturan pelaksana dari keenam PP terdahulu yang telah dicabut tersebut.
Tak hanya itu, kata dia, selain aspek prosedur legalitas, pemerintah juga harus memperhatikan aspek ekologis dengan perhitungan secara cermat terkait keberlanjutan/kelestarian kawasan hutan pasca pengalihan untuk para mantan kombatan GAM.
Dengan demikian, kebijakan pengalihan kawasan hutan yang diambil nantinya tidak semata-mata memperhatikan pemenuhan kebutuhan penerima saja, tetapi juga tanpa mengurangi potensi kemampuan hutan dalam memenuhi kebutuhan generasi di masa mendatang," ujarnya.
Ia menuturkan, salah satu strategi yang dapat dilakukan pemerintah dalam kebijakan pengalihan kawasan hutan dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan ekologi setelah membuka lahan seluas 22 ribu hektare nanti adalah tidak terfokus pada satu titik saja.
Melainkan, harus disebar ke beberapa lokasi strategis. Sehingga, tidak memotong jalur satwa (khususnya satwa liar besar seperti harimau dan gajah liar sumatera).
"Dengan demikian, potensi terjadinya masalah di masa mendatang terkait konflik manusia dengan satwa liar sebagaimana yang marak terjadi di Aceh dalam dalam sekitar 10 tahun terakhir dapat dihindari," katanya.
Selain itu, ia juga mengingatkan, kepada para mantan kombatan GAM sebagai penerima manfaat juga harus memperhatikan beberapa hal dalam pengelolaannya.
Pertama, melakukan inventarisasi dan investigasi terhadap nama-nama para mantan kombatan GAM yang diusul sebagai calon penerima manfaat. Pastikan penerima manfaat tersebut benar-benar mantan kombatan GAM.
"Artinya, bahwa sebelum ditandatanganinya MoU Helsinki tahun 2005 benar-benar mereka yang diusulkan sebagai kombatan. Karena, saat ini di Aceh banyak yang mengklaim diri sebagai mantan kombatan," ujarnya.
Kemudian, Kurniawan juga berharap pengadaan lahan harus memprioritaskan para janda maupun anak mantan kombatan GAM yang telah meninggal baik di masa konflik maupun pasca konflik.
"Dengan demikian, lahan yang akan distribusikan pemerintah tersebut dapat menjadi penyokong serta bekal untuk keberlanjutan pemenuhan kebutuhan ekonomi para janda dan pendidikan anak-anak dari mantan kombatan GAM," demikian Kurniawan.
Akademisi: Pengadaan lahan untuk eks kombatan GAM sebagai langkah reintegrasi
Senin, 15 Juli 2024 18:12 WIB