Meulaboh (ANTARA Aceh) - Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (PLUT-KUMKM) Provinsi Aceh akan terus mengupayakan peluang pasar terhadap semua produk lokal sehingga dapat tembus pasar luar negeri.
Koordinator Konsultan PLUT-KUMKM Provinsi Aceh, Pujo Basuki di Meulaboh, Rabu mengatakan, pada rintisan awal pihaknya menargetkan 690 UMKM di provinsi itu bisa naik kelas, sehingga mampu mengakses pasar moderen dalam dan luar negeri.
"Kalau UKM butuh peluang pasar ekspor itu ada di tugasnya kita, tugas utama kita PLUT-KUMKM membina UKM agar produk mereka diekspor kemanapun. Target kami selama 2017 690 UKM bisa naik kelas, bisa akses pasar modern," katanya.
Pernyataan itu disampaikan disela-sela Sosialisasi Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil Menengah (KITE-IKM) dan Internalisasi Penerbitan Importir Beresiko Tinggi (PIBT) di Hotel Meuligo, Meulaboh, Aceh Barat.
Pujo Basuki menuturkan, pada 2025 mendatang seluruh kabupaten/kota di provinsi paling ujung barat Indonesia itu sudah terbentuk lembaga atau badan usaha berupa koperasi yang akan memfasilitasi pasar dan membina usaha kecil menengah dalam aktivitasnya.
Selama ini yang sudah terkenal dari Aceh hanya ekspor Kopi dari dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Kemudian juga dari Kabupaten Aceh Utara mengekspor kerajinan tas dan lain-lain, akan tetapi bahan baku tas itu sendiri adalah barang impor.
"Tentunya bahan ini ketika sampai ke kita, jadi mahal, tapi kalau memanfaatkan fasiltas ini, UKM bisa langsung ekspor sendiri. Kemudian dengan fasilitas KITE-IKM, biaya produksi akan ditekan, bahan bakunya juga lebih mudah," sebutnya.
Lebih lanjut dikatakan, PLUT-KUMKM Provinsi Aceh dalam kegiatannya membina dua macam ekspor, pertama ekspor berbentuk satuan dan kedua ekspor per kontainer, tergantung kepada kemampuan usaha itu sendiri.
Pujo Basuki mencontohkan, produk "Banda Tas" yang merupakan salah satu produk kerajinan Aceh yang saat ini tembus bangsa pasar Eropa dan Amerika, produk kerajinan asal Kota Banda Aceh itu diekspor lebih dari 1.000 unit per bulannya.
Walaupun dalam kegiatan ekonominya produk Aceh tersebut belum menggunakan fasilitas KITE-IKM, demikian juga ekspor masih di lakukan via pelabuhan di Medan Sumatera Utara, karena prosedur ekspor di Aceh belum beres.
"Kita harapkan Gubernur Aceh yang baru (Irwandi Yusuf) bisa melakukan terobosan dan Bea Cukai sudah membuka diri, mencarikan prospek dibukanya ekspor UKM di Aceh. Aceh punya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe dan Pelabuhan Bebas Sabang sebagai pintu keluar masuknya," sebutnya.
Lebih lanjut dikatakan, untuk wilayah Barat dan Selatan Aceh memang belum ada pintu ekspor walaupun tersedia beberapa pelabuhan dikelola pemerintah, hanya satu perusahaan yang melakukan ekspor yaitu PT Mifa Bersaudara.
Menurut Pujo Basuki, harus ada intervensi dari pemerintahan baru di wilayah Barat Selatan Aceh saat ini, karena selama ini kawasan setempat sudah berlangsung ekspor impor bahan baku, namun belum mengarah pada UKM.
"Inilah tanggungjawab kita bersama untuk bagaimana UKM di Aceh bisa meningkat daya saingnya, sehingga saat masuk ranah ekspor bisa bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Eropa," katanya menambahkan.