Meulaboh (ANTARA Aceh) - Ade Mulyani, SE (53) adalah kepala Perum Bulog Sub Divisi Regional Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat yang penugasannya membawahi empat kabupaten di wilayah pesisir Barat dan Selatan Provinsi Aceh.
Asam garam dalam dunia logistik komoditas beras, sudah dirasakannya sejak bertugas puluhan tahun silam di beberapa daerah di Indonesia, sesuai penugasan pemerintah, salah satunya Bulog berperan untuk stabilisasi harga ketika terjadi lonjakan di pasar.
Disamping itu ada tugas lain yang juga mereka kerjakan yakni menyalurkan kebutuhan beras miskin (raskin) atau sekarang disebut beras sejahtera (rastra) serta penyaluran logistik kebutuhan pemerintah daerah yang dilanda bencana alam.
Pria kelahiran Palembang, 8 April 1964 ini baru beberapa bulan bertugas di Aceh, dirinya mengaku sudah merasakan perbedaan kondisi adat, budaya maupun kebiasaan-kebiasaan di lingkungan masyarakat Aceh, yang terkadang serba salah saat ditangani.
Terutama saat penyaluran beras rastra maupun untuk bencana alam, padahal beras yang berlebel "Bulog" yang disalurkan sesuai permintaan pemerintah daerah, merupakan produk masyarakat petani yang mereka serap untuk kebutuhan stok melalui mitra kerja.
"Itu suka dukanya, memang kadang beras kita salurkan ada yang menilainya kurang layak untuk konsumsi, padahal itu juga beras Aceh di kemas dalam karung Bulog yang kami salurkan sesuai permintaan pemda,"imbuhnya.
Kondisi tersebut sudah menjadi rahasia umum, akan tetapi bisa diselesaikan dengan cara-cara yang bijak dan efektif, pertama meninjau langsung apabila ada laporan tersebut dan mengantikan segera beras itu dengan yang baru.
Ade Mulyani sebelumnya bertugas di Perum Bulog Medan, Sumatera Utara, menurut dia untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, ada cara atau proses yang ditempuh, pihak Bulog berkomitmen memberikan yang terbaik kepada masyarakat.
Walaupun yang disalurkan oleh Bulog sebagai perpanjangan pemerintah tersebut, melekat dengan nama beras bantuan, akan tetapi kualitas beras tetap menjadi pertimbangan.
Menurut dia masyarakat Aceh itu lebih relegius ketimbang daerah asal tempat ia bertugas sebelumnya, namun terhadap kebutuhan pangan beras tetap tidak mengubah pola hidup warganya untuk mengkonsumsi berbagai bentuk beras.
Masyarakanya mungkin jauh sebelum mendapatkan jatah beras bantuan seperti era saat ini, memiliki sawah ladang sendiri dan hasilnya untuk di makan.
Namun suasana itu telah berubah, ketika saat ini sawah ladang sudah dijual dan kondisi hidup sudah katagori miskin sehingga berhak mendapatkan bantuan rastra, kondisi ini membuat masyarakat kurang terpuaskan, karena kualitas beras mungkin tidak sama.
"Mungkin masyarakat Aceh sudah terbiasa dengan beras dihasilkan dari sawah ladang sendiri sebelumnya. Tentu kualitas beras sendiri dengan kemasan Bulog beda,"sebutnya ketika ditemui di kantornya beralamat di Jalan Meulaboh-Medan.
Kualitas komoditas beras yang dihasilkan dari sawah dan ladang di Provinsi Aceh sangat berbeda, baik dari aroma hingga cita rasa, ketimbang baras-beras impor maupun di datangkan dari luar pulau Sumatera.
Sepintas ketika mencium aroma beras Pandan Wangi misalkan, aroma beras itu setelah di masak menjadi nasi, membuat nafsu seseorang untuk mencicipinya, belum lagi aroma khas nasih padi ladang yang ditanam di lereng-lereng gunung yang lebih bagus.
Namun, akibat masih masih terbatasnya kecangihan mesin pabrik pengolah gabah kering menjadi beras, membuat kualitas beras yang dikeluarkan dari proses penggilingan tidak begitu menarik, terutama dari bentuk hingga keastrian warnanya.
Masyarakat Aceh sangat kental dengan kegiatan pertanian, pangan pokoknya beras, tidak bisa digantikan dengan yang lain, kebiasaan itu sulit untuk di rubah meskipun banyak pangan-pangan penganti beras yang muncul saat ini.
Saat ini pihaknya menghadapi tantangan dengan lahirnya kebijkan-kebijakan nasional Bulog dan turunan kementrian terkait, seperti penambahan jenis komoditas yang mereka tangani, hingga penetapan Harga Enceran Tertinggi (HET).
Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen yang berlakunya sejak 1 September 2017.
"Salah satu tugas pokok kita ya itu, melakukan stabilisasi harga apabila beras di pasar melonjak. Untuk HET Permendag, kita belum menerima petunjuk teknis lebih lanjut sesuai tugas dan fungsi Perum Bulog,"sebutnya.