Kepastian harga pasar mendesak
Seorang petani hortikultura di Aceh, Elradhie Noor Ambia, menyoroti bahwa kepastian harga pasar adalah kebutuhan paling mendesak dibandingkan program-program lainnya.
Menurut Elradhie, meskipun ada berbagai kebijakan yang dirancang untuk membantu petani, kenyataannya ketidakpastian harga pasar menjadi masalah besar bagi petani. Banyak petani yang melarat karena hal tersebut.
"Yang paling penting dibutuhkan itu sebenarnya akses pasar, kepastian pasar," ungkapnya.
Baca juga: Pemidanaan, bukan satu-satunya solusi melindungi perempuan dan anak
Ia menjelaskan bahwa fluktuasi harga yang tajam seringkali merugikan petani. Sebagai contoh, harga cabai di tingkat petani pernah anjlok hingga Rp6.000 per kilogram, jauh dari biaya produksi, meskipun harga ditingkat konsumen mencapai Rp15.000–Rp20.000 per kilogram.
“Itu harga di tingkat petani itu Rp11 ribu, ada yang Rp8 ribu, ada yang sampai Rp6 ribu. Jangankan untuk balik modal, biaya untuk memetik saja, untuk aktivitas panen saja tidak mencukupi. Jadi, sebagian petani memilih untuk tidak dipanen saja lagi,” katanya.
Dampak dari ketidakstabilan harga ini sering kali membuat petani merugi. Ketika harga mahal, justru petani tidak merasakan.
“Kenapa? Karena yang tadi dia sudah tidak menanam lagi, baru harganya mahal Seharusnya ada patokan mungkin diatur oleh pemerintah atau bagaimana mekanismenya untuk komoditi-komoditi hortikultura misalnya,” jelasnya.
Elradhie mengusulkan agar pemerintah menetapkan harga terendah dan tertinggi terutama untuk komoditas hortikultura guna menjaga stabilitas harga.
“Misalnya, harga terendah Rp20.000 dan tertinggi Rp40.000. Jika harga turun di bawah Rp20.000, pemerintah bisa mengekspor atau mengolah hasil panen. Sebaliknya, jika harga melambung, pemerintah harus intervensi agar konsumen tidak terbebani,” jelasnya.
*Konten ini merupakan bagian dari program fellowship cek fakta Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Baca juga: Menakar janji Mualem-Dek Fadh untuk pemerataan akses kesehatan di Aceh