Banda Aceh (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis seorang bendahara desa di Kota Sabang dengan hukuman dua tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan korupsi dana desa
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Faisal Mahdi serta didampingi Harmi Jaya dan Anda Ariansyah dalam persidangan di Pengadilan Tindak Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Jumat.
Terdakwa yakni Ahsani Taqwin selaku bendara desa yang juga Kepala Urusan Keuangan Gampong Balohan, Kota Sabang, pada 2024. Terdakwa hadir ke persidangan tanpa didampingi penasihat hukum. Persidangan dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) David Jhonie dari Kejaksaan Negeri Sabang.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum terdakwa Ahsani Taqwin membayar denda Rp100 juta subsidair satu bulan kurungan. Majelis hakim tidak menghukum terdakwa Ahsani Taqwin membayar uang pengganti karena uang sebesar Rp193,2 sudah disita dari terdakwa pada saat penyidikan.
Baca juga: Kejari Bireuen beri bimbingan hukum kepada kepala desa cegah korupsi
Majelis hakim menyatakan terdakwa Ahsani Taqwin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 10 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Namun, untuk terdakwa lainnya dalam perkara yang sama atas nama Eddy Saputra, warga Gampong Balohan, majelis hakim membebaskannya dari semua dakwaan jaksa penuntut umum.
Majelis hakim menyatakan terdakwa Eddy Saputra tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan jasa penuntut umum.
Berdasarkan fakta di persidangan, kata majelis hakim, Gampong Balohan, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang, pada 2024, mendapatkan alokasi dana desa sebesar Rp4,8 miliar. Kemudian, terdakwa Ahsani Taqwin melakukan penarikan dana berdasarkan persetujuan kepala desa sebesar Rp350 juta.
Dana tersebut diperuntukkan membayar kebutuhan belanja desa, pembayaran gaji dan tunjangan aparatur, biaya pengajian anak-anak, untuk badan usaha milik Gampong, serta keperluan lainnya.
Dari Rp350 juta dana yang dicairkan terdakwa, sebanyak Rp118,3 juta digunakan untuk membayar semua kebutuhan tersebut. Sedangkan dana selebihnya disimpan di brangkas kantor desa.
Baca juga: Kades di Aceh Timur divonis 5,5 tahun terkait korupsi dana desa
"Terdakwa Ahsani Taqwin mengambil uang dalam brangkas untuk diri sendiri. Kemudian, terdakwa Ahsani mengajak terdakwa Eddy Saputra membakar kantor desa dengan tujuan seolah-olah uang dalam brangkas hangus terbakar," kata majelis hakim.
Namun, kata majelis hakim, terdakwa Eddy Saputra tidak mengetahui maksud dirinya diajak membakar kantor desa tersebut. Dengan demikian, tidak ada bukti yang menguatkan terdakwa Eddy Saputra melakukan tindak pidana korupsi, sehingga harus dibebaskan dari semua dakwaan
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Pada persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Ahsani Taqwin dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Jaksa penuntut umum juga menuntut terdakwa Ahsani Taqwin dengan hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti kerugian negara Rp6,2 juta. Jika terdakwa tidak membayar, maka dipidana selama enam bulan penjara.
Sedangkan terhadap terdakwa Eddy Saputra, jaksa penuntut umum menuntut dengan hukuman dua tahun penjara. Serta denda Rp100 juta dengan subsidair tiga bulan penjara.
Jaksa penuntut umum menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah sebagaimana diatur Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b Ayat (2) dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas putusan tersebut, majelis hakim meminta jaksa penuntut umum maupun kedua terdakwa menyatakan sikap apakah menerima atau tidak. Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari kepada para pihak untuk bersikap.
Baca juga: Kades Seurapong Aceh Besar divonis dua tahun empat bulan penjara