Melanjutkan pendidikan ke Akademi Kepolisian (Akpol) RI menjadi impian banyak orang, baik bagi lulusan SMA/MA sendiri maupun para orangtua. Namun, hanya sedikit pemuda-pemudi yang beruntung dan berkesempatan menjadi taruna Akpol.
Daya tampung di lembaga pendidikan pencetakan calon perwira polisi itu memang terbatas. Artinya, hanya putra/putri pilihanlah yang dapat melewati seleksi calon taruna Akpol yang diselenggarakan setiap tahun itu.
Muhammad Fahmi, remaja kelahiran Medan 20 tahun lalu itu, paham betul ketatnya seleksi masuk Akpol. Maka, putra pertama pasangan H. Sanusi asal Krueng Geukue (Aceh Utara) dan Hj. Tuti Herawati dari Kampung Aree (Pidie) melakukan berbagai persiapan sejak duduk di bangku SMA.
Belajar dengan intens, rajin latihan fisik, serta meminta doa dan restu dari kedua orangtua adalah tiga aspek yang terpadu pada diri Fahmi dalam persiapan masuk Akpol. Akhirnya Muhammad Fahmi menjadi 1 dari 13 taruna Akpol mewakili Provinsi Sumut pada 2018/2019.
Di bidang olahraga karate Fahmi memiliki segudang prestasi, termasuk juara dunia World Karate Federation pada 2015. Berbagai medali emas dari ajang karate nasional, regional dan internasional telah dia koleksi. Medali-medali itu terpajang di kamar dan lemari ruang tamu rumah orangtuanya di Komplek Bumi Asri Medan.
Pada 2018 Fahmi ikut tes Akpol dengan bekal doa dari kedua orangtuanya. Padahal saat itu dia sudah masuk Pelatnas untuk persiapan ikut ajang Asian Games Jakarta-Palembang. Selain itu, dia juga tercatat sebagai mahasiswa USU.
Setelah mendapat restu dan didoakan orangtua, Fahmi membekali diri dengan sejumlah kursus, mulai ilmu sosial hingga eksak.
Hidupnya penuh perencanaan. Dia tak ingin menyusahkan orangtuanya. Biaya kursus dia ambil dari tabungan rekening pribadi, akumulasi hadiah juara sebagai atlit karate. Dia mencari kursus sesuai kebutuhan dan membayar sesuai jumlah tatap muka. Ini bertujuan untuk menghemat biaya.
Setiap pekan remaja yang rajin shalat tahajjud ini mengevaluasi kemampuan diri, di mana yang masih kekurangan nilai, dia perdalam melalui kursus tambahan dan belajar intensif di rumah yang diawasi sang ayah.
Dia percaya usaha keras akan berbuah hasil bagus. Maka, dia pun dengan penuh percaya diri menghadapi tahapan-tahapan seleksi calon perwira polisi.
Pada setiap tahapan yang berhasil dia lewati dengan hasil lulus, Fahmi melakukan puasa sunat serta bersedekah dari jerihnya sendiri. Ini sudah menjadi tradisi dalam hidupnya. “Dalam hidup ini, kita harus berbagi kebahagiaan,” ujarnya.
Setiap pagi dia menemui ayah dan ibunya untuk meminta restu dan didoakan. Jika ibunya berdiam dalam kota yang sama, Fahmi menyisihkan waktu untuk menemuinya, walau sesibuk apa pun. Jika sedang tinggal dalam kota berbeda, Fahmi rajin menelepon kedua orangtuanya, hanya sekedar mengabari kondisinya dan menanyakan kondisi ayah ibu.
Selain itu, sebagian penghasilannya dari kejuaraan dia serahkan kepada ibundanya. Remaja yang tiap tahun pulang ke Aceh ini percaya dengan membahagiakan kedua orangtua, terutama ibu, maka keberkahan dalam hidup akan diperoleh. Dia sangat yakin dengan menyayangi orangtua, Allah akan memudahkan semua urusannya.
Hasilnya, berkat usaha keras yang penuh persiapan serta didukung doa dari orangtua, Muhammad Fahmi lulus murni (tanpa lobby, tanpa relasi, tanpa sogok) sebagai taruna Akpol pada tahun 2018/2019. Saat ini dia duduk di semester I Akpol Semarang.
Seusai pendidikan di Akpol, Fahmi bertekad menciptakan institusi kepolisian yang bersih dan amanah. Dia ingin menjadikan lembaga tempatnya bekerja sebagai lembaga berbuat kebajikan (dakwah bil hal) melalui aksi nyata dalam pelayanan yang baik kepada publik.
Fahmi mengajak pemuda/pemudi Aceh, Sumut, dan Indonesia untuk membekali diri sejak di bangku SMA jika berminat masuk Akpol.
"Persiapkan diri sejak dini dan harus optimis, harus pede, tak perlu uang sogok dan rekom pembesar. Rekrutmen di Akpol sangat bersih, tidak ada permainan. Percayalah! Jika dibutuhkan, saya bersedia berbagi pengalaman dengan adik-adik SMA atau tamatan SMA," kata Fahmi.