Banda Aceh (ANTARA) - Jika melancong ke Provinsi Aceh rasanya tidak lengkap kalau belum menyeberang ke Kota wisata Sabang, Pulau Weh, atau sekitar 45 menit berlayar dengan kapal cepat dari pelabuhan Ulee Lhue Kota Banda Aceh.
Kenapa harus Sabang? Keindahan alam dan perairan laut Pulau Weh sebutan lain untuk Kota Sabang itu cukup indah, bahkan sebagian wisatawan menyebutkan panorama perairan laut di pulau tersebut ibarat sepenggal "sorga" di dunia.
Bongkahan-bongkahan terumbu karang aneka warna dan ditambah ragam jenis ikan hias unik, begitu mudah dipandang mata dengan hanya menyelam sekitar 2 sampai tiga meter seperti di perairan Iboih dan Gapang.
Masih banyak lagi spot-spot untuk menyaksikan keindahan "sorga bawah laut" kawasan Kota Sabang, seperti perairan Pulau Rubiah, yang membuat puas bagi wisatawan yang kerap menghabiskan masa liburannya di "titik nol" bahagian barat Indonesia itu.
Bagi yang tidak bisa menyelam, dapat menyewa kapal motor khusus yang dilengkapi dengan "lantai" kaca dan dengan modal sekitar Rp400 ribu dapat berkeliling Pulau Rubiah untuk menyaksikan warna warni terumbu karang dan ragam ikan hias di parairan "nol kilometer" barat Indonesia itu.
Sementara yang memiliki hobi menyelam atau diving dengan kedalaman antara 15 sampai 40 meter dari permukaan laut, dapat menyewa perlengkapan alat penyelaman berupa pakaian, tabung oksigen, dan sepatu dengan harga sewa sekitar Rp500 ribu per hari.
Namun khusus untuk diving, pesertanya harus menunjukkan sertifikat berlesensi internasional, dan minimal empat orang untuk satu regu. Di perairan Pulau Weh tersebut memiliki sebanyak 14 titik atau spot menarik untuk wisatawan hobi diving.
Sedangkan bagi wisatawan yang punya kesukaan menikmati keindahan alam bawah laut dengan kedalaman satu hingga tiga meter dari permukaan laut di pinggir pantai (snorkeling), cukup menyewa kelengkapan alam penyelaman berupa baju, sepatu khusus, dan kacamata senilai Rp45.000.
Berbicara keindahan Pulau Weh memang tidak habisnya, tidak hanya unggul dengan potensi bahari yang pantainya berpasir putih, tapi juga keindahan alam serta objek wisata sejarah lainnya seperti benteng Portugis dan Jepang.
Selain daerah wisata, Sabang juga sebelumnya dikenal sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (freeport), namun predikat kawasan tersebut kemudian dicabut oleh pemerintah pusat di era tahun 1986 atau masa pemerintahan orde baru.
Namun, sebagai pegantinya kejayaan "freeport" Sabang, maka pascareformasi, Pemerintah Pusat di era Presiden Gur Dur mengeluarkan Undang-Undang nomor 37 tahun 2000 dengan menetapkan kembali Sabang sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.
Sesuai amanat UU Nomor 37 Tahun 2000 itu, kawasan perdagangan dan pelabuhan Sabang ditetapkan tidak hanya Pulau Weh tapi juga Kecamatan Pulau Aceh di Kabupaten Aceh Besar.
Untuk membuat perencanaan dan membangun kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang itu pemerintah kemudian membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).
Butuh dukungan infrastruktur
Untuk mewujudkan Sabang benar-benar menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi baru di provinsi ujung paling barat Indonesia itu, maka pemerintah dan BPKS diharapkan lebih serius dan fokus membangun berbagai infrastruktur pendukung di pulau berpenduduk sekitar 45 ribu jiwa tersebut.
"Pemerintah dan BPKS harus serius dan foku membangun infrastruktur terutama untuk menunjang sektor pariwisata. Kalau kita bicara Sabang, maka kembangkan pariwisatanya, sehingga potensi yang sudah ada mampu menarik lebih banyak kunjungan wisatawan," kata tokoh masyarakat Sabang, Adnan Hasyim.
Adnan yang juga Ketua Forum Geuchik (Kades) se Kota Sabang itu menilai yang prioritas dibutuhkan Pulau Weh saat ini sarana pendukung kemajuan sektor pariwisata. "Kita akui sarana pendukung seperti bandara yang refresentatif belum ada di Sabang," katanya menambahkan.
Senada dengan itu, Wali Kota Sabang, Nazaruddin menyatakan, pembangunan infrastruktur yang sedang, dan setahun akan berjalan itu berbasis pariwisata guna mewujudkan percepatan ekonomi masyarakat.
"Untuk percepatan kemandirian, pembangunan infrastruktur di Kota Sabang berbasis pariwisata serta mengelola segala potensi yang ada demi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar industri itu sendiri," katanya.
Menurutnya, rencana kerja pemerintah sebagai penjabaran dari RPJM Kota Sabang dan memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan, serta rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu satu tahun.
Kota Sabang mempunyai sumber daya dan BPKS tidak dimiliki kota atau kabupaten lainnya di provinsi Aceh.
Oleh karena itu, sudah saatnya Pemerintah Kota Sabang bersama pihak terkait mengakselerasi pembangunan di kawasan strategis pariwisata nasional disingkat (KSPN) harus lebih cepat dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lainnya.
Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) menyatakan, wisatawan nusantara penyumbang terbesar yang mengunjungi Pulau Weh di Kota Sabang itu berasal dari provinsi tetangga, yakni Sumatera Utara (Sumut).
"Kalau wisnus, tetap dari Medan (Sumut) lah. Itu Medan masih mendominasi kunjungan setiap tahun ke Sabang," terang Sekretaris ASITA Aceh, Totok Julianto.
Totok menjelaskan, jarak tempuh dari Kota Medan menuju Banda Aceh melalui tranportasi darat, yakni sekitar 600 kilometer sangat memungkinkan bagi masyarakat di Sumut untuk menghabiskan waktu di akhir pekan.
"Orang di Medan pergi ke Aceh, ia berangkat malam dari menggunakan mobil atau bus, dan paginya sudah sampai Banda Aceh. Mobilnya bisa parkir di Ulee Lheue, orang itu bisa langsung nyebrang ke Sabang," terang dia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh selama 2018, jumlah penumpang laut di Pelabuhan Balohan Sabang termasuk wisnus dan wisatawan mancanegara 730.307 orang atau meningkat sekitar 15 persen di tahun 2017 yang berjumlah 635.344 orang.
"Begitu juga waktu pulangnya. Katakan lah dia ASN (Aparatur Sipil Negara), sekali pun di Medan mau liburan di Sabang itu masih bisa connect (terhubung). Dia bilang pulang sore, toh masih sore (di Banda Aceh). Malam dia jalan ke Medan, dan paginya dia sudah masuk kantor," tutur Totok.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sabang, Faisal, mengatakan, keindahan alam telah membuat pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata pada tahun 2017 menetapkan Kota Sabang sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasinal (KSPN).
Ia menyebutkan, pemerintah daerah pun terus membumikan pengembangan industri pariwista demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, seperti tingkat kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara.
"Syukur Alhamdulillah, kunjungan wistawan terus meningkat. Pada tahun 2016 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sabang 734.961 orang, dan tahun 2017, tercatat 739.256 orang," katanya
Faisal memerinci, wisnus yang berlibur ke Sabang pada tahun 2016 sebanyak 724,923 orang di antaranya, sedangkan wisawatan mancanegara 10.038 orang.
"Lalu pada tahun 2017 jumlahnya meningkat menjadi 736,275 wisatawan domestik di antaranya, dan selebihnya merupakan wisatawan dari berbagai negara," sebut dia.
Bandara Sabang
Anggota Komisi VI DPR Fadhlullah mendukung pembangunan bandar udara baru di Kota Sabang Provinsi Aceh guna meningkatkan jumlah kunjungan dan penerbangan ke wilayah setempat.
"Sebagai Anggota DPR dari Aceh, saya siap memperjuangkan bersama dengan Pemerintah Kota Sabang dan juga provinsi agar keinginan menghadirkan Bandara di Sabang dapat terwujud," kata Fadhlullah.
Ia menjelaskan kehadiran bandara baru di Sabang akan memberikan peluang besar bagi daerah tersebut untuk disinggahi sejumlah maskapai yang akan membawa para pelancong mancanegara yang bisa langsung ke Sabang.
Sementara akses transportasi laut dari Banda Aceh ke Sabang dinilai sudah memadai yang setiap harinya dilayani empat kapal, tiga jenis kapal cepat dengan waktu tempuh 45 menit dan satu kapal feri dengan durasi tempuh 1,5 jam ke Balohan Sabang.
Menurut Fadhullah sebagai sebuah destinasi wisata konektivitas transportasi udara menjadi salah satu faktor pendukung utama untuk mendatangkan wisatawan untuk datang dan berkunjung ke sebuah kawasan.
"Bagaimana kita mau meningkatkan kunjungan jika sarana transportasi tidak tersedia dengan sempurna," katanya.
Karena itu dirinya akan berupaya semaksimal mungkin di parlemen agar kementerian terkait dapat segera mengalokasikan dana yang cukup untuk pembangunan bandara tersebut.
Pemerintah Kota Sabang telah menyiapkan lahan seluas 40 hektare untuk pembangunan Bandar Udara Internasional di Sabang, Provinsi Aceh.
Tidak hanya bandara, namun Pemerintah Aceh akan memperjuangkan pembangunan kawasan Sabang khususnya Teluk Sabang menjadi proyek strategis nasional (PSN) dalam upaya mempercepat pembangunan di provinsi itu.
"Saya berjanji akan bertemu presiden dan Menteri terkait untuk mendorong Pemerintah Pusat menjadikan Kawasan Sabang terutama teluk Sabang sebagai PSN," kata Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.
Ia menjelaskan semua pihak harus melaksanakan langkah-langkah dan strategi untuk menindaklanjuti hasil Sail Sabang 2017 yang telah dicanangkan Teluk Sabang sebagai pintu gerbang destinasi wisata internasional.
BPKS adalah lembaga yang dibentuk untuk meningkatkan peran pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan serta memberikan dukungan sarana dan prasarana untuk memajukan Kawasan Sabang. BPKS juga berfungsi sebagai lembaga yang berwenang dalam mengelola kawasan Sabang.
Nova juga mengatakan Pemerintah Aceh bersama Dewan Kawasan Sabang (DKS) akan mengupayakan anggaran untuk BPKS dapat ditingkatkan pada tahun berikutnya serta melengkapi seluruh peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk mengoptimalkan peran lembaga tersebut.
Ia juga berpesan kepada BPKS agar melakukan sinkronisasi perencanaan kawasan Sabang dengan Rencana Kerja Aceh dan Rencana Kerja Pemerintah dan hubungan kawasan Sabang dengan kawasan strategis di Aceh (KEK Lhokseumawe dan KIA Ladong).
"Saya juga mengimbau agar pemangku kebijakan terkait untuk terus menggali potensi hubungan Kawasan Sabang dengan Kawasan Regional Saphula (Sabang Phuket Langkawi) dan pengembangan koneksitas dengan kepulauan Andaman Nikobar yang merupakan bagian dari IMT-GT," katanya.
Diyakini berbagai langkah dan aksi yang dilakukan untuk percepatan pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan Sabang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mampu mewujudkan sebagai lokomotif ekonomi di Provinsi Aceh.