Jakarta (ANTARA) - Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mempertanyakan konsep Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) yang diajukan pemerintah kepada DPR pada Kamis (16/7) karena Pimpinan DPR menyatakan institusi tersebut bersama Pemerintah akan membahasnya jika telah menerima masukan dari publik secara luas.
"Saya mempertanyakan konsep RUU BPIP ini apa statusnya? Apakah RUU baru inisiatif Pemerintah atau DIM dari RUU HIP yang secara luas ditolak publik? Lalu bagaimana status RUU HIP, apakah jalan terus atau dibatalkan," kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Dia mempertanyakan bagaimana status RUU HIP setelah pemerintah masuk dengan konsep RUU BPIP, apakah RUU tersebut baru atau bukan, apalagi disertai permintaan agar publik tidak lagi mempermasalahkan RUU HIP dan sebaliknya memberi masukan RUU BPIP.
Menurut dia, Fraksi PKS hanya mendapat informasi bahwa pemerintah akan menyampaikan surat resmi tentang RUU HIP, ternyata baru diketahui bahwa Pemerintah mengajukan konsep RUU BPIP yang subtansinya berasal dari Perpres BPIP.
"Apa urgensinya RUU BPIP ini sehingga khusus diajukan Pemerintah? Karena tidak terlibat dalam pembicaraan dengan wakil pemerintah yang hadir di DPR tadi, Fraksi PKS tidak dapat informasi utuh soal hasil pertemuan, apa konteks Pemerintah memasukkan konsep RUU BPIP dan sikap resmi pemerintah terhadap RUU HIP apakah lanjut atau tunda atau menarik diri," ujarnya.
Menurut Jazuli pimpinan DPR harus menginformasikan kepada fraksi-fraksi sebagai representasi lembaga DPR terkait konsep RUU BPIP yang diajukan Pemerintah.
Dia mengatakan, Fraksi PKS tetap pada sikap untuk meminta pembatalan RUU HIP seperti yang disampaikan ormas, tokoh, purnawirawan TNI/Polri akademisi, dan masyarakat luas.
"Seharusnya pimpinan DPR merespon penolakan luas itu secara arif dan bijaksana. Apalagi saat ini tidak ada urgensinya atas RUU tersebut karena prioritas negara menangani pandemi COVID-19," katanya.
Menurut dia, RUU HIP dinilai publik secara luas bermasalah secara filosofis, yuridis, dan sosiologis yang artinya salah paradigma sejak awal maka permintaan untuk didrop atau ditarik dari prolegnas sangat rasional dan tidak perlu ada penggantinya.
Fraksi PKS menurut dia berpendapat kalaupun ada usul baru RUU yang berbeda sama sekali dengan RUU HIP maka semestinya diproses dari awal sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu diusulkan melalui mekanisme prolegnas, dibahas bersama di Baleg DPR, sehingga jelas paradigma naskah akademik dan RUU nya serta siapa pengusulnya.