Bogor (ANTARA) - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berharap Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren dapat memberikan keleluasaan bagi santri untuk berinovasi, sehingga dapat dengan mudah dalam mengakses dunia kerja.
"Hal yang tidak kalah penting adalah kreativitas, ini berkaitan dengan kemampuan santri," kata Direktur Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi Kemenaker, Muhammad Ali saat mengisi Pesantren Kilat (Sanlat) Nasional bertajuk "Pendidikan Vokasi di Kalangan Santri" di Gedung DPRD Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Menurutnya, para santri bisa belajar dari kegagalan perusahaan produsen ponsel, Nokia yang dalam sekejap kalah menguasai pasar oleh produsen ponsel lainnya karena kurangnya inovasi.
"Nokia saat menguasai pasar terlena dengan kemapanan yang dimiliki, sehingga lupa melakukan kreativitas lainnya, sehingga dalam sekejap dikalahkan," katanya.
Disebutkan, para santri juga perlu mengedepankan sikap kolaborasi yang dianggapnya sebagai kunci sukses dalam dunia kerja.
Ia mencontohkan perusahaan Gojek dan Youtube yang sukses mengedepankan kolaborasi.
"Gojek itu tidak punya mobil dan motor. tapi dengan kemampuan kolaborasi, Gojek menjadi perusahaan transportasi terbesar. Youtube juga tidak punya konten kreator, tapi jutaan konten kreator mengunggah videonya di Youtube," katanya.
Sementara itu Staf Khusus Menaker, Caswiono Rusydi Cakrawangsa di tempat yang sama meyakini bahwa eksistensi para santri dapat bangkit setelah lahirnya UU tentang pesantren pada 2019 lalu.
Alasannya, sebelum lahir UU tersebut kondisinya ironis karena perlakuan negara seolah membuat santri terpinggirkan.
Hal itu berkaca dari penganggaran yang lebih dominan untuk pendidikan umum.
"Ini terlihat dari pembangunan, negara lebih berpihak kepada pendidikan modern, padahal pesantren hadir jauh ratusan tahun lalu," katanya.
Meski begitu, diharapkan para santri dapat tetap mempertahankan tradisi-tradisi lama yang baik, dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik, demikian Caswiono Rusydi Cakrawangsa.