Karang Baru (ANTARA) - Petani palawija di Desa Balai, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang menanggung rugi puluhan juta rupiah setelah kebun sayuran mereka luluh lantak disapu banjir sepekan lalu.
"Hampir rata-rata kondisi tanaman mati karena berhari-hari terendam," kata Sulaiman (49), petani palawija saat dijumpai di Kampung Balai, Aceh Tamiang, Sabtu (28/1) sore.
Tanaman palawija yang dinyatakan Sulaiman mati seperti kacang panjang, cabai merah dan kangkung. Meski dia mengaku sempat panen kacang panjang beberapa kali sebelum datang musibah banjir tapi dirasa belum balik modal. Sementara untuk tanaman sayur kangkung dan cabai merah sama sekali ia belum pernah mencicipi panen.
Baca juga: 360 hektare persawahan di Aceh Utara terendam banjir
"Umur cabai merah sama kangkung baru tanam belum satu bulan. Kemungkinan kalau dirawat lagi pertumbuhan kangkung bisa pulih tapi tidak maksimal. Kalau cabai merah sama sekali kandas pohonnya langsung mati," ungkapnya.
Menurutnya luas tanaman palawija yang terendam banjir sekitar 7 rante atau 2.800 meter persegi. Akibat dampak bencana alam tersebut Sulaiman dan adiknya, Edi Susilo (30) mengalami kerugian sebesar Rp30-35 juta.
Baca juga: 263 hektare lahan perkebunan di Aceh Utara terendam banjir
"Itu baru kami, ada juga petani palawija lain mengalami nasib sama. Belum lagi tanaman padi di sawah yang baru ditanam juga terancam mati. Di Kampung Balai ada ratusan hektare lahan sawah terendam banjir belum surut hingga sekarang," paparnya.
Sementara itu Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan (Distanbunak) Kabupaten Aceh Tamiang hingga kini belum secara resmi mengeluarkan data sektor pertanian terdampak banjir.
Keterlambatan rekap data ini dikabarkan karena Distanbunak Aceh Tamiang kekurangan tenaga mantri tani yang menginput data dari masing-masing kecamatan.
Baca juga: Puluhan kubik sampah kayu hanyut terbawa banjir di bibir tanggul jebol sungai Aceh Tamiang
Kepala Bidang (Kabid) Produksi dan Perlindungan Tanaman Pangan, Irwan Hadi menjelaskan biasanya tenaga mantri tani dipercayakan kepada pegawai daerah dengan perjanjian kerja (PDPK/Honorer) dan dibantu oleh PNS. Namun pasca PDPK di rumah-kan/PHK oleh Pemda Aceh Tamiang kini tenaga mantri tani berubah status dari pegawai kontrak menjadi petugas bakti/kerja bakti tanpa SK tugas.
"Jadi karena status mereka sudah bakti kami tidak bisa paksa. Wajar kalau mereka tidak giat seperti dulu, mereka sekarang ini tidak ada keterikatan tugas, tidak ada gaji tetap per bulan," kata Irwan Hadi beberapa hari lalu.