Lhokseumawe (ANTARA) -
Korban tragedi Simpang Kertas Kraft Aceh (KKA) meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan pelanggaran HAM dengan seadil-adilnya dan bermartabat melalui mekanisme Pengadilan HAM adhoc di Provinsi Aceh.
"Saya mewakili korban dan keluarga korban pelanggaran HAM lainnya di Aceh menaruh harapan besar kepada Bapak Presiden RI Joko Widodo untuk membentuk suatu mekanisme hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM," kata Murtala, korban tragedi KKA saat kegiatan mengenang 24 tahun tragedi berdarah Simpang KKA di Aceh Utara, Rabu.
Dikatakan Murtala, tragedi berdarah Simpang KKA Aceh Utara telah diakui negara sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu, sehingga para korban berharap penyelesaian pelanggaran ham berat tidak hanya secara non yudisial, namun harus beriringan secara yudisial.
Baca juga: BaraJP yakin Jokowi tuntaskan kasus pelanggaran HAM berat mulai dari Aceh
""Para korban meragukan penyelesaian secara non-yudisial yang dinilai mangkrak, sehingga meminta negara memerintahkan Kejaksaan Agung untuk segera menindaklanjuti berkas rekomendasi Komnas HAM yang telah diserahkan ke Kejaksaan Agung," katanya.
Murtala yang juga sebagai Ketua Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA mengatakan tragedi berdarah pada 3 Mei 1999 menewaskan puluhan warga sipil itu hingga kini masih melekat pada ingatan korban maupun keluarga korban yang ikut merasakan langsung peristiwa kelam tersebut.
"Kami menyambut baik atas pengakuan negara beberapa waktu lalu tentang 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Namun mereka meminta agar negara tetap melakukan proses hukum dan memberi keadilan terhadap korban dan keluarganya," katanya.
Saat ini, kata Murtala, monumen setinggi sekitar 2,5 meter di jalan nasional Banda Aceh-Medan di kawasan Desa Paloh Lada, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, menjadi pengingat tragedi Simpang KKA.
"Pada monumen yang tertera puluhan nama korban jiwa dalam peristiwa berdarah tersebut menjadi pengingat masa-masa kelam tragedi berdarah tersebut," kata Murtala.
Kegiatan mengenang 24 tahun tragedi berdarah Simpang KKA yang diisi dengan doa bersama tersebut juga diisi dengan pembacaan surat terbuka kepada Presiden RI di monumen pengingat di jalan lintas Medan - Banda Aceh di Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara.
Baca juga: DPRA berharap Presiden akomodasi seluruh kasus pelanggaran HAM di Aceh, begini penjelasannya
Sementara itu, Anggota DPR RI Nasir Djamil mengatakan bahwa pihaknya akan terus menagih dan meminta negara hadir dan tidak hanya melakukan penyelesaian secara non yudisial, namun juga dilakukan pendekatan penyelesaian secara yudisial.
"Jika penyelesaian HAM berat masa lalu dapat diselesaikan, maka itu merupakan wujud nyata kehadiran negata di tengah-tengah korban dan keluarga korban. Itu merupakan bentuk negara yang keadilan," tutup Politisi asal Aceh tersebut.
Dari data yang diperoleh bahwa, korban tragedi Simpang KKA pada 3 Mei 1999 lalu tercatat sebanyak 21 orang dinyatakan meninggal dunia dan 146 orang luka luka yang sampai sekarang belum ada penyelesaian secara hukum.
Baca juga: Komisi I DPRA harap Presiden akomodir seluruh kasus pelanggaran HAM di Aceh