Untuk perlindungan bahasa dan sastra, lanjut Solikhan, terdapat beberapa kegiatan utama yang dilakukan oleh badan pengembangan dan pembinaan bahasa, yaitu konservasi, revitalisasi bahasa dan sastra daerah berbasis sekolah serta komunitas tutur.
Baca juga: PJ gubernur instruksikan penggunaan bahasa Aceh di lingkungan pemerintah
Kemudian, gerakan sastrawan daerah menulis karya dalam bahasa daerah, pemberdayaan komunitas pegiat bahasa dan sastra daerah, dan penyediaan video animasi berbasis legenda lokal.
Selain itu, tambah dia, badan pengembangan dan pembinaan bahasa juga fokus melakukan program perlindungan melalui gerakan revitalisasi bahasa daerah (RBD) pada 2021.
"Tujuannya untuk menggelorakan kembali penggunaan bahasa daerah dalam berbagai ranah kehidupan sehari-hari dan meningkatkan jumlah penutur muda bahasa daerah," ujarnya.
RBD 2021 itu sendiri telah diselenggarakan di tiga provinsi dengan lima bahasa daerah, kemudian pada 2022 di 13 provinsi dengan jumlah 39 bahasa daerah, dan 2023 ditambah menjadi 19 provinsi dengan 59 bahasa daerah.
"Program ini juga masuk menjadi salah satu platform merdeka belajar Kemendikbud, yaitu episode ke-17: Revitalisasi Bahasa Daerah. Sasarannya adalah komunitas guru, kepala sekolah, pengawas, dan siswa (khususnya SD dan SMP)," katanya.
Solikhan menyampaikan, revitalisasi bahasa daerah ini juga dilangsungkan di provinsi Aceh dengan fokus utama bahasa Gayo.
"Hal ini karena berdasarkan kajian vitalitas terhadap bahasa Gayo yang penuturnya tersebar di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues tersebut termasuk yang rentan," demikian Umar Solikhan.
Baca juga: Balai Bahasa sebut pergeseran penggunaan bahasa Aceh karena dua faktor ini