Anggota DPRK Aceh Tamiang dari daerah pemilihan (dapil 1) Tri Astuti mengatakan petani Desa Sukaramai 1, Kecamatan Seruway tengah mengalami kondisi paceklik selama empat tahun terakhir karena tidak bisa bercocok tanam padi di sawah.
“Ada sekitar 40 hektare hamparan sawah terlantar di desa itu (Sukaramai 1) akibat sumber pengairan tidak normal. Bila musim kemarau tanah sawah retak-retak dan jika musim hujan areal sawah berubah seperti danau,” kata Tri Astuti di Kuala Simpang, Sabtu.
Baru-baru ini, legislator perempuan ini mengaku telah meninjau lokasi sawah terlantar tersebut. Kondisinya kering dan ditumbuhi semak belukar. Padahal sebelumnya lahan sawah di Sukaramai cukup produktif menghasilkan panen gabah mencapai 3-4 ton/hektare.
Baca juga: Pemkab Aceh Barat siap kerahkan mesin air antisipasi ancaman kekeringan dampak El Nino
Baca juga: Pemkab Aceh Barat siap kerahkan mesin air antisipasi ancaman kekeringan dampak El Nino
“Bila produksi rata-rata 3,5 ton per hektare maka dalam sekali panen bisa menghasilkan gabah sekitar 140 ton. Bayangkan jika satu tahun bisa 2-3 kali panen, maka ada ratusan ton produksi padi hilang dari Desa Sukaramai,” ujarnya.
Diketahui harga tolak/jual gabah kering giling (GKG) di kilang/pabrik saat ini mencapai Rp6.500/kilogram. Sedangkan gabah kering panen berkisar Rp 5.400-5.800/kilogram. Tapi kini petani harus kehilangan mata pencarian, padahal perputaran uang dari komoditi padi di Sukaramai bisa mencapai miliaran rupiah.