Rendahnya literasi keuangan jadi penghalang
Perjalanan Indonesia dalam mengembangkan industri keuangan syariah tentu tak semulus yang dibayangkan. Ada banyak tantangan yang perlu dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat. Namun demikian, tantangan utama dan yang paling mendasar nan struktural yakni masih rendahnya inklusi dan literasi keuangan syariah di Indonesia.
Rendahnya inklusi keuangan syariah Indonesia dapat dilihat dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang menyebutkan indeks inklusi keuangan syariah Indonesia baru mencapai level 12,12 persen, tertinggal jauh dari indeks keuangan secara umum yang sebesar 85,10 persen.
Tentu ini menimbulkan pertanyaan besar mengingat 86,7 persen populasi Indonesia merupakan masyarakat muslim. Penyebab dari rendahnya inklusi keuangan itu dapat dikaitkan dengan rendahnya literasi keuangan syariah yang tercatat baru mencapai 9,14 persen menurut data terakhir OJK tahun 2022.
Bagaimanapun literasi keuangan menjadi faktor intrinsik yang mempengaruhi dan memotivasi masyarakat untuk mencari informasi dan bertindak berdasarkan apa yang mereka ketahui. Literasi keuangan memegang peran paling fundamental untuk memajukan suatu sistem keuangan negara.
Secara tidak langsung peningkatan indeks literasi keuangan syariah mampu meningkatkan indeks inklusi keuangan syariah, sejalan dengan semakin besar pengetahuan masyarakat akan produk dan layanan keuangan syariah yang ditawarkan.
Tantangan lain yang perlu dihadapi yaitu perkembangan teknologi yang menuntut industri keuangan syariah untuk turut berinovasi. Merangkul teknologi keuangan (fintech) jadi poin krusial untuk pertumbuhan dan aksesibilitas keuangan Islam pada era serba digital saat ini.
Namun, mengintegrasikan teknologi ke dalam infrastruktur keuangan syariah menimbulkan tantangan teknis dan regulasi sendiri. Mencapai keseimbangan antara inovasi dan memastikan kepatuhan terhadap prinsip syariah hingga persyaratan aturan jadi sangat penting.
Kemudian dari segi kerangka peraturan, meskipun Indonesia telah membuat kemajuan dalam mengembangkan peraturan untuk keuangan syariah, masih terdapat banyak ruang untuk adanya perbaikan lagi. Mempertahankan peraturan yang konsisten dan jelas menjadi sangat penting untuk stabilitas dan pertumbuhan industri syariah.
Kolaborasi dan regulasi yang relevan jadi solusi
Kepala Grup Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muhammad Ismail Riyadi mengatakan peningkatan literasi dan inklusi keuangan perlu dilakukan secara kolaboratif baik oleh pemerintah, pelaku industri keuangan, maupun masyarakat. Hal itu merupakan suatu keniscayaan dalam penguatan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah.
Misalnya dari sisi perbankan, upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan bisa dilakukan melalui pengembangan produk dan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Dengan adanya rencana bullion bank diatur dalam Pasal 130-132 UU No. 4 Tahun 2023, perbankan syariah telah mendiversifikasi penawarannya, menyediakan produk inovatif yang disesuaikan dengan segmentasi masyarakat.
Baca juga: Setuju qanun LKS direvisi, Pemprov buka peluang bank konvensional kembali ke Aceh
Dengan itu, lembaga keuangan syariah telah menciptakan peluang bagi individu dan bisnis untuk berpartisipasi dalam roda perekonomian syariah Indonesia.
Untuk mengembangkan lagi, Indonesia bisa berkaca dari apa yang diterapkan Malaysia melalui insentif perpajakan di perbankan syariah berupa pembebasan pajak tertentu, bea meterai, dan pemberian tax deduction atas pinjaman kredit rumah oleh individu.
Para regulator juga perlu untuk menerapkan optimalisasi jaringan dan akses dengan menggelar berbagai program literasi, pelatihan, dan sosialisasi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk peningkatan layanan, hingga kolaborasi dan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam ekosistem ekonomi syariah.
Deputi Direktur Perbankan Syariah KNEKS Yosita Nur Widayanti mengatakan sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk mempercepat perkembangan industri keuangan syariah Indonesia, KNEKS sejauh ini telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat industri keuangan syariah.
Adapun upaya tersebut pertama, mendorong pengembangan produk keuangan syariah yang inovatif dan berkelanjutan. Kedua, membantu pengembangan regulasi dan kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri keuangan syariah. Ketiga, mengadakan pelatihan dan lokakarya untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan profesional dalam industri keuangan syariah.
Keempat, memfasilitasi kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk memperkuat ekosistem keuangan syariah. Kelima, mengadakan acara dan konferensi untuk mempromosikan industri keuangan syariah di tingkat nasional dan internasional. Dan keenam, mendorong inklusi keuangan syariah dan memperluas akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan syariah.
“Upaya-upaya ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, stabilitas, dan daya saing industri keuangan syariah di Indonesia,” ujarnya.
Perjalanan Indonesia dalam pengembangan industri keuangan Islam yang transformatif masih menapaki jalan yang panjang dan terjal, namun hal itu bukan berarti mustahil bagi Indonesia untuk mampu menjadi kekuatan baru dalam industri keuangan syariah di dunia. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam "Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia" (Meksi) 2019-2024, yang mana pemerintah telah mempunyai visi menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka dunia .
Dengan banyak masyarakat yang hidup melebur dengan prinsip syariah, kerangka peraturan yang mendukung, serta visi strategis ke depan, Indonesia bisa dikatakan telah siap untuk mengeluarkan seluruh potensi dari industri keuangan syariah.
Dengan terus dipacu inovasi dan kolaborasi antarpihak, hal itu akan membentuk lintasan yang berkontribusi pada masa depan keuangan syariah yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Baca juga: DPRA bakal jaring pendapat ke seluruh Aceh terkait revisi qanun LKS