Menurut Nasrul Zaman, tindakan pengusiran tersebut semakin menegaskan bahwa anggota dewan semakin kurang dewasa menyikapi sesuatu hal (kekanak kanakan).
"Tindakan dewan tersebut semakin menegaskan bahwa anggota dewan yang setuju pengusiran adalah kekanak-kanakan," ujarnya.
Bahkan, kata Nasrul, tindakan itu juga menunjukkan arogansi yang berlebihan dalam menyikapi perbedaan pandangan. Harusnya para dewan bercermin atas kinerja mereka selama ini.
"Empat tahun terakhir mereka (DPRA) tidak mampu melahirkan qanun-qanun yang dibutuhkan untuk menjadi guideline (pedoman) perjalanan Aceh dalam membangun daerah," ujarnya.
Seharusnya, apa yang disampaikan Jubir sebelumnya itu menjadi penilaian sendiri bagi anggota DPRA. Bukan membuat kondisi semakin tidak harmonis.
"Apalagi Muhammad MTA sebagai salah satu representatif pemerintah untuk hadir dalam paripurna DPRA tersebut," kata Nasrul Zaman.
Baca juga: Pemprov Aceh serahkan Rancangan APBA 2024 sebesar Rp10,3 triliun ke DPRA
Sementara itu, Muhammad MTA menyatakan bahwa sebenarnya pengusiran terhadap dirinya dari sidang paripurna itu bertentangan dengan tata tertib DPR Aceh sendiri.
"Karena sebenarnya dalam tata tertib DPRA sendiri setiap sidang paripurna itu dibuka dan terbuka untuk umum, itu substansinya," kata MTA.
Meski demikian, dirinya tetap mengambil nilai positif dari sikap DPRA tersebut, supaya anggota dewan lebih bisa berfikir secara dewasa, dan tidak mengedepankan emosional.
"Kita harap pembahasan anggaran 2024 itu terus berlanjut dan ketuk bisa diketuk palu dengan tepat waktu," demikian Muhammad MTA.
Baca juga: DPRA minta Gubernur Aceh cari alternatif dana pembangunan ke pusat