Repatriasi, solusi untuk akar masalah pengungsi Rohingya
Rabu, 13 Desember 2023 14:10 WIB
Abdu dan ratusan Rohingya lainnya sampai kehabisan perbekalan dan harus menunggu hujan turun hanya demi bisa minum.
Dia adalah satu dari ratusan warga Rohingya yang belakangan ini berduyun-duyun mengungsi ke Aceh.
Sebagian warga Aceh sudah tak kuat lagi menampung mereka karena penduduk Aceh juga dihadapkan kepada kesulitan hidupnya sendiri.
Indonesia sebenarnya bukan tujuan Rohingya karena tujuan utamanya adalah Australia. Namun, setelah Australia tak bisa lagi menerima pengungsi Rohingya, tujuan pengungsian pun berubah.
"Mereka larinya ke Indonesia. Maksudnya mau transit, tapi lama-lama jadi tempat tujuan pengungsian, bukan transit," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, beberapa waktu lalu.
Banyak warga Rohingya banting tulang hanya demi mengongkosi perjalanan penuh marabahaya, ke negeri lain, seperti Indonesia.
Lantas, mengapa gelombang pengungsi Rohingya terlihat lebih banyak, sehingga mengusik banyak pihak di Indonesia?
Dari berbagai laporan internasional, keadaan yang semakin buruk di tempat-tempat pengungsian Rohingya di Bangladesh, adalah faktor besar yang mendorong Rohingya mencari tempat lebih baik di negara lain.
Geng kriminal
Situasi buruk di berbagai kamp pengungsian di Cox's Bazar, Bangladesh, yang sudah menjadi kamp pengungsian terbesar di dunia itu, diperparah oleh kekerasan antargeng kriminal di kamp-kamp pengungsi.
Menurut BBC, geng-geng penyelundup narkotika dan perdagangan manusia telah mengubah kehidupan di Cox's Bazar menjadi neraka bagi sejuta Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh pada 2017 guna menghindari penindasan yang sudah mengarah genosida di Myanmar.
Kebanyakan warga Rohingya tak memiliki identitas resmi karena pemerintah Myanmar tak mengakui mereka sebagai warga negaranya, sehingga saat mengungsi ke Bangladesh kebanyakan dari pengungsi tak memiliki dokumen resmi.
Baca juga: Menlu Retno temui komisioner UNHCR bahas isu Rohingya
Padahal tanpa dokumen resmi, mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang layak di Bangladesh, justru ketika mereka harus makan dan menafkahi keluarganya.
Mustahil mereka terus tergantung kepada bantuan kemanusiaan yang jumlahnya pun tak lagi sebesar dulu. Alhasil, mereka menjadi kian tak berdaya dan frustrasi.
Dalam situasi sulit ini, kelompok-kelompok kriminal masuk merekrut orang-orang putus asa yang mau melakukan apa saja demi bertahan hidup.
Mereka lalu dijadikan target penyelundupan narkotika dari Myanmar ke Bangladesh, dan objek perdagangan manusia.