Dari hari ke hari, aksi geng-geng kriminal ini makin meresahkan.
Mengutip laporan BBC, sampai pertengahan Juli tahun ini sudah 48 orang terbunuh akibat kekerasan antargeng kriminal, padahal tahun lalu "baru" 40 orang.
Saat bersamaan Bangladesh mulai jenuh menampung pengungsi Rohingya.
Awalnya keputusan menerima pengungsi Rohingya sudah menjadi kesepakatan bersama di negara mayoritas Muslim tersebut.
Namun, mengutip laporan Sri Lanka Guardian pada 11 Desember 2023, setelah enam tahun berlalu, banyak warga Bangladesh menjadi tak sabar menghadapi situasi ini, khususnya warga Bangladesh yang tinggal di Cox’s Bazar. Mungkin karena ini pula Pemerintah Bangladesh merelokasi sebagian pengungsi Rohingya ke daerah terpencil di Pulau Bhasan Char.
Banyak penduduk Bangladesh, bahkan tak lagi ingin mempertahankan Rohingya di Bangladesh, sekalipun hanya sementara, sampai menunggu kondisi aman untuk kembali ke Myanmar.
Wajib repatriasi
Rakyat dan Pemerintah Bangladesh tak bisa disalahkan oleh sikapnya itu, apalagi mereka juga negara miskin yang pastinya kesulitan menghidupi sejuta pengungsi.
Selama ini, Bangladesh terpaksa menggunakan sebagian besar sumber daya nasionalnya yang sebenarnya terbatas untuk menutupi pengeluaran dan mengurangi dampak pengungsian terhadap perekonomian, masyarakat, dan lingkungan.
Bangladesh juga merasa ditinggalkan sendirian mengurusi sejuta pengungsi ketika negara-negara, seperti India dan China, yang seharusnya aktif membantu mereka, justru terlihat berpangku tangan.
Dengan situasi-situasi pelik seperti ini, tak mengherankan jika Bangladesh menjadi pihak yang paling aktif mendorong pemulangan atau repatriasi Rohingya ke Myanmar.
Bangladesh menganggap repatriasi adalah jawaban untuk krisis kemanusiaan di kamp-kamp Rohingya.
"Kami tak melihat opsi lain, kecuali pemulangan secara aman pengungsi Rohingya," kata Menteri Informasi Bangladesh Hasan Mahmud, seperti dikutip Dhaka Tribune, akhir Agustus lalu.
Sementara, Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Kalam Abdul Momen mendesak dunia dan kawasan terdekat Bangladesh, untuk aktif membantu warga Rohingya kembali ke Myanmar dengan selamat, aman, dan bermartabat.
Para pengungsi Rohingya sendiri masih berharap bisa kembali ke Myanmar, tetapi mereka tahu pasti Pemerintah Myanmar tak akan mau menjamin keamanan dan keselamatan mereka.
Faktanya, Myanmar memang terlihat menjadi pihak yang paling tidak serius dalam masalah repatriasi Rohingya. Sayang, sikap ASEAN yang menaungi Myanmar pun tak cukup kuat dalam mendorong repatriasi Rohingya.
Padahal kegagalan dalam merepatriasi warga Rohingya justru menciptakan situasi membahayakan di kamp-kamp pengungsian Rohingya yang membuat sebagian dari mereka nekat pergi ke negara lain.
BAB di tambak warga, pengungsi Rohingya dipindahkan
Dan terbukti kemudian, kedatangan mereka di negara-negara tujuan pengungsian, termasuk Indonesia, menimbulkan persoalan sosial, ekonomi, dan bahkan hukum.
Keadaan seperti ini sudah tentu tak bisa dibiarkan. Dan cara terbaik menghentikan kecenderungan ini adalah memastikan proses repatriasi terjadi.
Di sini, koordinasi antara para pemangku kepentingan, seperti Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), Bangladesh, ASEAN, Indonesia, dan negara-negara, seperti China, yang sangat didengar oleh rezim Myanmar, menjadi platform yang sangat penting.
Tanpa aksi kolektif yang kuat guna memastikan repatriasi Rohingya ke Myanmar berlangsung aman dan menyeluruh, gelombang pengungsi Rohingya ke negara-negara seperti Indonesia tak akan berhenti.
Baca juga: UNHCR: Penampungan Rohingya diupayakan dalam satu lokasi di Aceh, ini lokasinya