Pada persidangan sebelumnya, kata majelis hakim, para terdakwa dan penasihat hukumnya dalam eksepsi atau keberatan terdakwa dakwaan JPU menyatakan dakwaan disusun tidak cermat dan tidak sesuai Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Selain itu, penetapan dan penangkapan para terdakwa sebagai tersangka kabur serta perkara disusun prematur. Perkara juga disusun tidak lengkap serta tidak jelas tindak pidana apa yang dilakukan para terdakwa.
Namun, setelah mencermati dakwaan JPU serta eksepsi para terdakwa dan penasihat hukumnya, majelis hakim berpendapat bahwa apa yang disampaikan jaksa penuntut umum dalam dakwaannya sudah disusun dengan cermat
"Majelis hakim menilai dakwaan sudah disusun secara jelas termasuk tindak pidana dilakukan terdakwa. Selain itu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh juga berhak menyidangkan perkara tersebut," kata majelis hakim.
Menyangkut keberatan penetapan dan penangkapan, majelis hakim berpendapat bahwa para terdakwa dapat mengajukan praperadilan ke pengadilan.
"Berdasarkan berbagai pertimbangan, majelis hakim menyatakan menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. Melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan saksi-saksi," kata majelis hakim.
Sebelumnya, JPU Siara Nedy dalam dakwaannya menyatakan ketiga terdakwa terlibat tindak pidana korupsi penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Bireuen pada BPRS Kota Juang sebesar Rp1,5 miliar. Penyertaan modal tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Bireuen tahun anggaran 2019 dan 2021.
Penyertaan modal tersebut sebagai bentuk investasi pemerintah daerah pada badan usaha milik daerah. Namun, penyertaan modal tersebut tidak sesuai aturan perundang-undangan, sehingga merugikan keuangan negara, kata JPU.
Baca juga: Kejari Bireuen tetapkan tiga tersangka korupsi BPRS Rp1,5 miliar