Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang mengakibatkan kerugian negara hingga lebih dari Rp193,7 triliun. Kejaksaan menyatakan tujuh tersangka di kasus ini kuat dugaan melakukan sejumlah pelanggaran yang tidak hanya menimbulkan kerugian negara secara materi, melainkan juga menghambat rencana pemenuhan produksi minyak di dalam negeri.
Berikut ini modus operandi yang diduga dilakukan tersangka berdasarkan keterangan dari tim Kejagung:
Mengoplos minyak mentah
Kejagung menyatakan bahwa tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang dengan dugaan telah mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 menjadi RON 92. Terdapat selisih harga lebih mahal yang harus dibayarkan telah ditimbulkan dari aksi tersebut
"BBM berjenis RON 90, tetapi dibayar seharga RON 92, kemudian dioplos, dicampur," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2).
Baca juga: Tujuh tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah ditahan, begini penjelasannya
Pengondisian impor
Abdul Qohar menjelaskan, pada periode 2018—2023 pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018. Karena itu, PT Pertamina (Persero) pun wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.
Akan tetapi, tersangka Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional, dan tersangka Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, melakukan pengondisian yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.
Pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.

Pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis. Maka, secara otomatis, bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
Halaman selanjutnya: Pengondisian broker