Menyangkut tindak pidana yang dilakukan kedua terdakwa, majelis hakim menyatakan hal itu akan dibuktikan dalam persidangan. Oleh karena itu, jaksa penuntut umum diminta menghadirkan saksi-saksi pada persidangan berikutnya.
"Persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara. Karena itu, jaksa penuntut umum diminta menghadirkan saksi-saksi dan ahli pada persidangan berikutnya," kata majelis hakim.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Iqram Syah Putra dari Kejaksaan Negeri Aceh Selatan, mendakwa terdakwa Faisal dan terdakwa Rudi Yanto melakukan tindak pidana korupsi pengadaan sistem informasi manajemen rumah sakit yang merugikan keuangan negara Rp1,7 miliar.
JPU menyebutkan terdakwa Faisal menjabat sebagai Direktur Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUYA Tapaktuan berdasarkan surat keputusan Bupati Aceh Selatan untuk masa jabatan 2015 hingga 2019.
Baca juga: Kejari Aceh Selatan limpahkan kasus korupsi RSUDYA ke pengadilan
Tindak pidana korupsi dilakukan terdakwa berawal ketika menerima proposal dari PT Klik Data Indonesia pada 2017. Proposal terkait pengadaan sistem informasi manajemen rumah sakit.
"Terdakwa Faisal selaku direktur rumah sakit menyetujui proposal kerja sama tersebut dengan pembiayaan dibayar RSUDYA sebesar Rp85 juta per bulan. Jangka waktu kerja sama selama lima tahun," kata JPU.
Menurut JPU, terdakwa tidak membentuk panitia lelang, tidak pernah mengumumkan pengadaan sistem informasi manajemen rumah sakit serta menunjuk pejabat teknis pengadaan.
Akibat tidak adanya pejabat teknis pengadaan, maka tidak ada pihak yang menetapkan harga perkiraan sementara. Berdasarkan hasil evaluasi setelah beberapa tahun kerja sama berjalan, didapat bahwa angka pengadaan sistem informasi tersebut sebesar Rp1,9 miliar.
"Sementara, total pembayaran yang dikeluarkan RSUDYA untuk pengadaan sistem informasi manajemen rumah sejak 2018 hingga awal 2023 mencapai Rp3,6 miliar, sehingga terjadi kelebihan bayar Rp1,7 miliar," kata JPU.
Baca juga: Bupati Aceh Selatan resmikan layanan CT-Scan RSUDYA