Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, menghentikan penuntutan perkara narkotika berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Bireuen, Senin, mengatakan penghentian perkara narkotika berdasarkan keadilan restoratif atau RJ tersebut merupakan yang pertama.
"RJ perkara narkotika ini yang pertama. Penghentian penuntutan perkara setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujuinya," kata Munawal Hadi menyebutkan.
Sebelumnya, Munawal Hadi melakukan ekspose perkara tersebut secara virtual yang diikuti Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Asep Nana Mulyana dam Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Joko Purwanto.
Dalam ekspose perkara tersebut, Munawal Hadi menyebutkan tersangka dalam perkara narkotika tersebut berinisial B. B ditangkap polisi saat menggunakan narkoba jenis sabu-sabu dengan berat 0,36 gram.
"Kemudian, B menjalani asesmen terpadu di Kantor Badan Narkotika Nasional Kabupaten Bireuen. Selanjutnya, B menjalani rehabilitasi," kata Munawal Hadi menyebutkan.
Kepala Kejari Bireuen tersebut menyebutkan penerapan RJ untuk perkara narkotika tertuang dalam pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif.
Namun, kata dia, dalam pelaksanaan pedoman tersebut tidak boleh sembarang. Penerapan dilakukan secara ketat dengan melihat jumlah barang bukti, kualifikasi tersangka.
Kemudian, kualifikasi tindak pidananya, pasal yang disangkakan, unsur kesalahan pada diri tersangka, serta pemeriksaan terhadap tersangka secara seksama melalui asesmen terpadu.
"Keadilan restoratif untuk perkara narkotika ini merupakan gebrakan Kejaksaan Agung. RJ untuk perkara narkotika ini untuk memungkinkan korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan haknya untuk diobati secara mental dan fisik," katanya.
Menurut Munawal Hadi, pengobatan secara mental dan fisik atau rehabilitasi tersebut hanya bisa dilakukan bagi mereka yang terbukti sebagai pencandu dan korban penyalahgunaan narkotika, zat adiktif, maupun obat terlarang lainnya.
"Rehabilitasi tersebut setelah proses asesmen terpadu membuktikan bahwa narkotika yang dikonsumsi untuk diri sendiri dan bukan diedarkan. Serta barang buktinya dalam jumlah yang sedikit," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen terima pelimpahan perkara 40 kg sabu dari Mabes Polri