Banda Aceh (ANTARA) - Jaksa penuntut umum menuntut seorang bendahara desa di Kabupaten Aceh Utara dengan hukuman 15 bulan atau satu tahun tiga bulan penjara, karena melakukan tindak pidana korupsi dana desa dengan kerugian negara mencapai Rp97 juta.
Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zilzaliana dari Kejaksaan Tinggi Aceh dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Fauzi serta didampingi Harmi Jaya dan R Deddy Harryanto, masing-masing sebagai hakim anggota.
Baca juga: Mantan Kades di Pidie divonis empat tahun penjara terbukti korupsi dana desa
Terdakwa Saifullah selaku bendahara Desa Meunasah Lhok, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara. Terdakwa hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya.
Selain pidana penjara JPU juga menuntut terdakwa Saifullah membayar denda Rp50 juta subsidair tiga bulan penjara. Serta membayar kerugian negara Rp97 juta. Jika terdakwa tidak membayar kerugian negara, maka dipidana 10 bulan penjara.
"Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a dan b, Ayat (2), Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP," kata JPU.
JPU dalam tuntutannya menyebutkan Gampong (desa) Meunasah Lhok menerima transfer dana desa Rp716,3 juta lebih yang bersumber dari APBN 2019. Serta menerima alokasi dana gampong Rp54,7 juta.
Kemudian, terdakwa selaku bendahara desa bersama Ikbal, Kepala Desa Meunasah Lhok, menarik dana tersebut Rp771 juta. Dana tersebut digunakan untuk kegiatan desa di antaranya pembangunan jalan beraspal dan MCK.
"Dalam pelaksanaannya, pembangunan jalan dan MCK tidak sesuai dengan spesifikasi, sehingga terdapat kekurangan volume pekerjaan. Selain itu, terdakwa tidak menyetorkan pajak ke kas negara," katanya.
Berdasarkan fakta di persimpangan terungkap bahwa kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa mencapai Rp97 juta. Kerugian negara tersebut terdiri pembangunan jalan yang tidak sesuai dengan realisasi anggaran yang telah dipertanggungjawabkan.
"Kemudian, pajak yang tidak disetorkan ke kas negara serta menggunakan sisa dana desa di luar peruntukan serta tidak dapat membuktikan pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut," kata JPU.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan terdakwa.
Baca juga: Tim Tabur Kejati Aceh tangkap buronan korupsi dana desa