Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Ketua DPD Ikatan Muslim Muhammadiyah (IMM) Aceh, Mizan Aminuddin menyatakan peran Organisasi Kerjasama Islam (OKI) tidak maksimal dalam mengatasi pembantaian umat muslim etnis Rohingya di Myanmar.
"Jika melihat data korban pembantaian ratusan jiwa sepertinya OKI tidak berkontribusi banyak untuk menyelamatkan komunitas Rohingya di Myanmar," katanya dalam siaran pers yang diterima wartawan di Banda Aceh, Senin.
Menurut data resmi yang diakui militer dan Pemerintah Myanmar, ada 399 orang yang tewas dalam seminggu ini. Mereka adalah 370 gerilyawan Rohingya, 13 aparat keamanan, dua pejabat pemerintah dan 14 warga sipil.
Sementara Badan Keamanan PBB mencatat sekitar 38.000 warga etnis Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar untuk menghindari operasi militer.
Laporan terbaru PBB tentang minoritas Rohingya mengejutkan dunia lagi dengan deskripsi tentang kekejaman yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar.
"Meskipun memiliki banyak bukti tentang tingkat pembersihan etnis yang dilakukan oleh Pemerintah Myanmar, dunia belum melakukan tindakan serius terhadap pemerintah di Naypyidaw yang merupakan Ibu Kota Nasional Myanmar.
"Di antara sekian banyak organisasi yang harus berusaha melindungi Rohingya, ada satu yang jelas harus memimpin inisiatif ini yaitu OKI. Dari semua entitas internasional, OKI berada pada posisi terbaik untuk melakukan perjuangan komunitas Rohingya," tutur Mizan.
Tidak hanya secara resmi mewakili negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, namun juga menyambut baik negara-negara kuat dengan minoritas muslim seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia untuk memiliki perwakilan mereka sendiri dalam organisasi tersebut.
Ini memiliki pengaruh untuk memimpin tindakan internasional untuk melindungi Rohingya dan di masa lalu telah membela muslim yang dianiaya di Palestina, Kashmir dan tempat-tempat lain.
Rohingya yang sudah berumur puluhan tahun. Undang-undang Myanmar tahun 1982 bahwa menghapus Rohingya untuk akses kewarganegaraan penuh. Sejak saat itu anggota komunitas Rohingya diusir dari Myanmar. Banyak yang telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh dan dari sana ke negara lain.
"Sangat sulit untuk menentukan berapa banyak Rohingya yang bermigrasi tapi saat ini ada sekitar 400.000 di antaranya di Arab Saudi dan sekitar 200.000 di Pakistan dan sebagian besar orang seharusnya melarikan diri melalui Bangladesh," katanya.
Pemerintah Myanmar telah berusaha untuk menghapus puluhan tahun kekerasan dan penindasan terhadap Rohingya dengan mengutip masalah keamanan untuk membenarkan kampanye brutalnya, uajr dia.
Terkait peran OKI, Mizan mengingatkan akan kekurangan organisasi internasional, dunia muslim harus mencari cara untuk membantu orang-orang Rohingya.
Ini mengharuskan OKI untuk melakukan pencarian beberapa jiwa untuk keadilan universal dan martabat manusia yang harus dipatuhi, tambah dia.
Dalam konteks ini katanya, seseorang dapat mengingat dua negara anggota OKI, Malaysia dan Turki, maju dengan bantuan material, politik, kemanusiaan dan, yang lebih penting, bantuan emosional.
"Beberapa langkah Turki yang sangat mengejutkan masyarakat dunia bisa kita lihat akhir-akhir ini," katanya.
"Saya pikir pemimpin dunia muslim yang paling serius adalah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang mana mendesak Sekjen PBB Antonio Guterres untuk memberikan tekanan pada Pemerintah Myanmar atas kekerasan yang dialami Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine," ungkap Mizan.
Seandainya OKI mengadopsi sebuah resolusi yang mengecam postur Bangladesh dan menghargai posisi Turki, ini akan mengirimkan sinyal kepada Pemerintah Myanmar bahwa isu Rohingya adalah isu hak asasi manusia dan martabat manusia universal, yang menggantikan kepentingan nasional. OKI diciptakan untuk mempromosikan nilai-nilai ini," tegas Mizan.