Banda Aceh (ANTARA) - Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut dua mantan pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh dengan total hukuman 13 tahun, masing-masing enam tahun enam bulan penjara, terkait perkara dugaan korupsi pengadaan wastafel di masa pandemi COVID-19.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU Putra Masduri dan kawan-kawan dari Kejaksaan Negeri Banda Aceh dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Zulfikar serta didampingi R Deddy Haryanto dan M Jamil masing-masing sebagai anggota. Persidangan tersebut turut dihadiri para terdakwa dan penasihat hukumnya.
Kedua terdakwa Muchlis selaku Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ) dan Zulfahmi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinas Pendidikan Aceh tahun anggaran 2020. Kedua terdakwa dituntut masing-masing enam tahun enam bulan penjara
Selan pidana enam tahun enam bulan penjara, JPU juga menuntut kedua terdakwa membayar denda masing-masing Rp500 juta. Apabila terdakwa membayar denda, maka dihukum dengan hukuman masing-masing enam bulan kurungan.
"Kedua terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan sebagai mana melanggar Pasar 2 Ayat (1) job Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata JPU.
Berdasarkan fakta di persidangan, kata JPU, Dinas Pendidikan Aceh pada tahun 2022 melakukan pengadaan wastafel guna mencegah penyebaran COVID-19 di 390 sekolah dengan anggaran mencapai Rp43,59 miliar.
Dalam pelaksanaannya, pengadaan tersebut dipecah guna menghindari tender atau pelelangan terbuka. Pengadaan wastafel tersebut dikerjakan sebanyak 219 perusahaan.
Perusahaan yang digunakan untuk pengadaan disetujui Rachmat Fitri selaku Pengguna Anggaran dan juga Kepala Dinas Pendidikan Aceh pada saat itu. Rachmat Fitri didakwa dalam perkara yang sama, tetapi berkas terpisah.
Dari hasil pemeriksaan hasil pekerjaan, ditemukan ada item pekerjaan tidak dikerjakan. Selain itu juga ditemukan ketidaksesuaian antara volume terpasang dengan volume yang dipersyaratkan dalam kontrak kerja. Sementara, pencairan pekerjaan dilakukan 100 persen.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh kerugian negara yang ditimbulkan dari pengadaan wastafel tersebut mencapai Rp7,2 miliar.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada 20 November 2024 dengan agenda mendengarkan pledoi atau nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya.