Banda Aceh (ANTARA) - Bank Indonesia menyebut Provinsi Aceh menunjukkan pertumbuhan ekonomi secara year-on-yaer (yoy) yang cukup baik dalam dua tahun terakhir atau pasca Indonesia dilanda bencana non alam pandemi COVID-19.
“Dalam dua tahun terakhir ini, Aceh bisa meningkat pertumbuhan ekonominya cukup signifikan dari 2,2 persen ke 4,21 persen (yoy), inflasinya juga terjaga,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Aceh Rony Widijarto di Banda Aceh, Selasa.
Hal itu disampaikan Rony di sela-sela rapat koordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam upaya memperkuat sinergi pengendalian inflasi pangan melalui replikasi model bisnis peningkatan produksi dan hilirisasi komoditas pangan di Banda Aceh.
Ia menjelaskan sebelum pandemi, gap pertumbuhan ekonomi antara Aceh dengan nasional relatif jauh lebih rendah, bahkan mencapai tiga persen. Hal tersebut dikarenakan daerah Tanah Rencong itu sempat mengalami kontraksi ekonomi.
Namun pasca pandemi, dimana ketika pandemi ekonomi di seluruh Indonesia hampir semuanya mengalami kontraksi, sehingga membuat semua harus melakukan pemulihan perekonomian.
Berbarengan dengan itu, Aceh juga ikut bangkit dan bahkan bisa memperkecil gap pertumbuhan ekonomi dengan nasional hingga di bawah satu persen.
Baca: Bank Indonesia akselerasi pembayaran digital di Aceh lewat pendekatan religi
“Gap pertumbuhan ekonomi Aceh dengan nasional bisa sampai tiga persen lebih, namun setelah pandemi itu bahkan kurang dari satu persen,” ujarnya.
Ia menambahkan dalam akses perkembangan ekonomi akan sangat wajar apabila diikuti dengan kenaikan harga atau inflasi. Namun kondisi inflasi Aceh dalam dua tahun terakhir juga terjaga dengan baik.
Pada 2023 inflasi Aceh sebesar 1,53 persen, dan hingga November 2024 inflasi Aceh juga masih terjaga yakni sebesar 1,55 persen. Angka ini masih dalam sasaran inflasi pemerintah yaitu 2,5 plus minus 1 persen, dan masih cukup bagus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Artinya, pertumbuhan meningkatnya aktivitas ekonomi itu tidak disertai dengan laju inflasi yang di luar sasaran yang ditargetkan oleh pemerintah,” ujarnya.
Di sisi lain, dalam menyongsong 2025, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga terus berupaya menjaga inflasi Aceh tetap stabil, terutama dari sektor komoditas volatile food seperti beras, cabai, bawang, dan komoditas lainnya.
Oleh karenanya, Bank Indonesia mendorong upaya pengendalian inflasi tersebut melalui model bisnis peningkatan produksi dan hilirisasi komoditas pangan, dengan menjaga hubungan antara petani, UMKM atau industri.
“Jadi supaya pasokannya itu terjaga dan ada kontrak harga. Tadi ada UMKM yang kita dorong untuk menjadi salah satu program TPID karena program itu untuk memastikan produksi akan stabil,” ujarnya.
Baca: BI catat volume pembayaran QRIS di Aceh capai 14,49 juta transaksi